Minggu, 31 Juli 2016

Kedaulatan Rakyat


1.      Teori Kedaulatan
Sejak awalnya, teori tentang kekuasaan negara tidak pernah terlepas kaitannya dengan pembahasan siapa yang memegang kekuasaan negara tersebut dan darimana kekuasaan tersebut diperoleh. Hal ini disebabkan negara bukanlah benda mati yang dapat bergerak sendiri, melainkan sebuah organisasi yang diselenggarakan oleh sekelompok orang atas masyarakat dengan tujuan tertentu. Pendapat tersebut juga dapat dipahami bahwa di dalam setiap negara terdapat kekuasaan yang dimiliki negara untuk memaksakan kehendak pada warga negaranya. Oleh karena itu, pembahasan tentang siapa yang menyelenggarakan negara dan dari mana kekuasaan tersebut harus dikaitkan dengan pembahasan teori kekuasaan negara, sehingga dapat memberikan jawaban apakah yang menjadi dasar adanya kekuasaan negara tersebut.
Pembahasan teori kekuasaan negara merupakan bagian dari teori negara karena teori kekuasaan negara merupakan turunan dari teori negara. Maka dari  itu, didalam pembahasan teori kekuasaan negara pasti juga berbicara teori negara. Pemikiran tantang teori negara pun sudah dimulai sejak zaman romawi kuno sampai zaman moderen sekarang ini. Perkembangan ekonomi, budaya dan politik juga menyebabkan teori negara mengalami perkembangan yang signifikan. Hakekat negara secara sederhana dapat diartikan sebuah organisasi masyarakat, organisasi yang dibentuk karena adanya keinginan hidup besama di dalam pemenuhan kebutuhannya.
Aristoteles yang merupakan seorang ahli filsafat dari yunani  mengatakan bahwa pada hakekatnya menusia merupakan mahluk sosial (zoon politikon). Oleh sebab itu, pada manusia terdapat suatu keinginana untuk hidup bersama yang pada akhirnya membentuk suatu negara yang bersifat totaliter. Negara menurut Aristoteles merupakan bentuk tertinggi dari kehidupan bermasyarakat, negara terbentuk secara alamiah. Dalam negara tersebut terdapat kekuasaan terhadap orang lain yang memiliki kewenangan membuat undang-undang. Plato mengidealkan yang memiliki kekuasaan atas negara tersebut adalah seorang filsuf karena hanya filsuf yang dapat melihat persoalan yang sebenarnya di dalam kehidupan dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Dasar pemikiran tersebut yang kemudian diadopsi oleh para kaum pemikir gereja yang melahirkan teori hukum kodrat. Menurut teori ini maka kekuasaan tertinggi pada hakekatnya berasal dari Tuhan. Sebagaimana dikatakan Thomas Aquinas, teori hukum kodrat adalah teori etis dan hukum kodrat apa yang disebut sebagai kewajiban moral. Thomas berpendapat bahwa monarchi adalah bentuk pemerintahan yang terbaik, yang dipimpin oleh seorang raja. Raja memperoleh kekuasaan dari Tuhan, dalam menjalankan pemerintahanya raja mengharapkan anugrah dari Tuhan dan ia selain sebagai penguasa rakyat ia juga merupakan hamba Tuhan.
Pada abad ke-17 dan ke-18, dasar pemikiran kekuasaan-kekuasaan raja mulai mengalami perubahan, dari yang bersifat ketuhanan menjadi bersifat duniawi. Dasar pemikiran ini salah satunya dikemukakan oleh Thomas Hobbes. Thomas Hobbes menjelasakan bahwa di dalam keadaan alamiahnya manusia hidup didalam keadaan yang kacau balau. Thomas Hobbes menggambarkan keadaan ini bahwa manusia yang satu merupakan srigala bagi manusia yang lainnya (homo homini lupus). Jadi dalam keadaan alamiahnya manusia tidak ada ketentraman hidup, rasa takut menghantui lapisan masyarakat oleh karena itu manusia membuat perjanjian untuk membentuk negara. Pembentukan negara tersebut bertujuan melindungi kehidupan manusia tersebut. Ketika perjajian itu dilakukan semua hak-hak alamiah mereka diserahkan pada negara, sedangkan negara tidak dibebani kewajiban apapun termasuk untuk dapat dituntut oleh individu. Jadi negara bukanlah patner dalam perjajian itu, melainkan hasil buahnya.
Berbeda dengan Thomas Hobbes, Jhon Locke menjelaskan bahwa  di dalam keadaan alamiah (state of nature), manusia memiliki hak yang sama untuk mempergunakan kemampuan mereka manusia secara alamiah dalam keadaan yang baik. Oleh karena itu, keadaan alamiah tampak sebagai “a state of peace, good will, mutual assistance, and preservation”.
Akan tetapi, kondisi tersebut menjadi berubah manusia mengenal uang. Dengan adanya uang ini, tidak ada lagi batas alamiah yang sanggup menghindari terjadinya akumulasi kekayaan oleh sedikit orang. Akumulasi kekayaan oleh sedikit orang ini kemudian menimbulkan keadaan perang (state of war).  Dalam situasi yang dikuasai oleh ekonomi uang ini, masyarakat tidak dapat bertahan tanpa pembentukan negara yang menjamin milik pribadi.
Dengan demikian, menurut Locke, negara itu didirikan untuk melindungi hak milik pribadi. Negara didirikan bukan untuk menciptakan kesamaan atau untuk mengotrol pertumbuhan milik pribadi yang tidak seimbang, tetapi justru untuk tetap menjamin keutuhan milik pribadi yang semakin berbeda-beda besarnya. Hak milik (property) yang dimaksud di sini tidak hanya berupa tanah milik (estates), tetapi juga kehidupan (lives) dan kebebasan (liberties). Locke menyebut hak-hak ini dengan istilah inalienable rights (hak-hak yang tidak asing) dan adanya negara justru didirikan justru untuk melindungi hak-hak asasi tersebut. Jadi segala kekuasaan yang dimiliki negara dimilikinya karena, dan sejauh, didelegasikan oleh para warga negaranya.
Terakhir, Jean Jacques Rousseau. Jean Jacques Rousseau menjelaskan di dalam kehidupan alamiahnya manusia hidup secara polos dan mencintai diri secara sepontan di mana manusia belum melakukan pertikaian melainkan keadaan aman dan bahagia. Pada keadaan ini manusia hidup hanya di dalam pemenuhan kebutuhan pribadinya. Tetapi pada akhirnya keadaan alamiah manusia tidak dapat dipertahankan kembali jika setiap manusia tidak dapat lagi mampu mengatasi keadaan dalam menjaga dirinya sendiri. Oleh karena itu, perlu perubahan pola kehidupannya, yakni membentuk suatu kesatuan dengan menghimpun diri bersama orang lain.
Manusia akan membentuk suatu negara untuk mempertahankan dan melindungi pribadi dan anggotanya, di dalam perkumpulan itu masing-masing menyatu dalam suatu kelompok tetapi manusia tetap bebas sebagai seorang individu. Hal ini dapat dikatakan bahwa setiap individu menyerahkan diri dan seluruh kekuasaannya untuk kepentingan bersama, di bawah kepentingan tertinggi yaitu kehendak umum (volante generale) dan mereka menerima setiap anggotanya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan. Peyerahan kekuasaan ini dapat dikatakan sebagai kontrak sosial, tetapi jika kontrak sosial itu dilanggar maka masing-masing kembali kepada hak-hak alamiah mereka. Hal ini berarti Rousseau menginginkan adanya kedaulatan rakyat secara menyeluruh.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran kekuasaan negara tersebut dapat disimpulkan bahwa pembahasan siapa yang memegang kekuasaan negara dan darimana kekuasaan diperoleh berkaitan dengan kedaulatan. Kedaulatan tersebut dapat dibedakan atas Kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Raja, Kedaulan Negara, kedaulatan Hukum dan Kedaulatan Rakyat. Teori-teori kedaulatan tersebut pada dasarnya mempertanyakan hak moral apakah yang dijadikan legitimasi bagi setiap orang atau sekelompok orang atau bagian suatu pemerintahan atau kekuasaan yang dimilikinya, sehingga mempunyai hak untuk memegang dan mepergunakan kekuasaan serta menuntut kepatutan atas kekuasaan dan otoritas yang dimiliki.
Negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat (people souvereignty). Konsep kebebasan/persamaan dan konsep kedaulatan rakyat  merupakan dasar dari demokrasi. Kedaulatan rakyat berarti pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat atau yang dikenal adanya selogan  kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kedaulatan rakyat Indonesia disalurkan dan diselenggarakan melalui prosedure konstitusional. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum yang Demokratis (democratische rectsstaat) dan Negara Demokrasi yang berdasar atas Hukum (constitusional democracy) yang tidak terpisah satu sama lain, sebagaimana menurut Jimly Asshiddiqie
Dalam sistem konstitusional Undang-Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat itu disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi (constitutional democracy). Karena itu, prinsip kedaulatan rakyat (democratie) dan kedaulatan hukum (nomocratie) hendaklah diselenggarakan secara beriringan sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Untuk itu, Undang-Undang Dasar negara kita menganut pengertian bahwa Negara Indonesia itu adalah Negara Hukum yang Demokratis (democratische rectsstaat) dan sekaligus adalah Negara Demokrasi yang berdasar atas Hukum (constitusional democracy) yang tidak terpisah satu sama lain.
Kedaulatan rakyat deselengarakan langsung dan melalui sistem perwakilan. Henry B. Mayo dalam buku Introductions to Democratic Theory mengatakan bahwa sistem politik yang demokrasi ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif  oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Berdasarkan pendapat tersebut, diselenggarakan langsung dan sistem perwakilan (direct demokracy) diwujudkan melalui pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat.

2.      Pengertian Kedaulatan Rakyat
Kedaulatan berasal dari kata daulat yang artinya kekuasaan atau pemerintahan. Berdaulat berarti mempunyai kekuasaan penuh (kekuasaan tertinggi) untuk mengatur suatu pemerintahan. Dengan demikian Negara yang berdaulat adalah suatu negara yang telah mendapatkan kekuasaan penuh untuk mengatur pemerintahannya. Tidak ada kekuasaan lain yang dapat mendikte dan mengontrol negara tersebut.
Istilah kedaulatan untuk pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin (1530-1596), dalam bukunya  “ six Livres de republique”. Bodin hidup dalam masa permulaan pertumbuhan negara-negara nasional dan ia melihat dimana-mana kekuasaan sentral dari negara makin lama makin tegas menampakan diri dalam bentuk kekuasaan raja yang tertinggi atau kekuasaan ”supreme” dari keadan yang dikonstatirnya ini ia menarik kesimpulan bahwa inti dari “statehood” adalah kekuasaan pemerintahan yang merupakan “ summa potesta” atau “ majestas” yakni kekuasaan tertinggi. Kekuasaan tertinggi ini ia namakan ”soverainite” (souvereignity dalam bahasa Inggris). Istilah tersebut secara etimologis berasal dari kata “superanus” yang berarti tertinggi.
Secara etimologis kedaulatan berasal dari bahasa Arab, Daulat yang bearti kekuasaan atau dinasti pemerintahan. Selain itu dari bahasa Latin yakni, Supremus yang artinya tertinggi. Kemudian kata tersebut disamakan artinya dengan Sovranita (Bahasa Italia) atau Souverenigntu (Bahasa Inggris). Jadi kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi pada suatu Negara atau kekuasaan yang tidak terletak di bawah kekuasaan Negara lain.
Dalam buku tersebut Bodin mengemukakan suatu teori bahwa kedaulatan adalah unsur yang essensial dari negara dan bahwa pemegang kekuasaan yang sah dalam negara adalah raja. Raja mempunyai supremasi yang  mutlak yang tidak dapat di bagi bagi dengan orang lain. Tidak ada suatu kekuasaan didunia ini yang dapat membatasi dan mengatasi kekuasaan raja itu. Kekuasaan raja hanya dapat diatasi dan dibatasi oleh  hukumTuhan dan hukum alam
Seperti di dalam suatu rumah tangga, seluruh anggota keluarga mempunyai kebebasan untuk mengatur rumah tangga tersebut, baik bentuk rumah, tata ruangnya maupun pernik-pernik yang akan dipasang dalam rumah tersebut. Semua itu dilakukan untuk kesejahteraan dan kenyamanan seluruh penghuni rumah. Demikian pula negara yang berdaulat mempunyai kebebasan untuk mengatur rumah tangganya sendiri, dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Kedaulatan dalam bahasa Inggris disebut sovereignity. Harold J. Laski mengatakan yang dimaksud dengan kedaulatan (sovereignity) adalah kekuasaan yang sah (menurut hukum) yang tertinggi, kekuasaan tersebut meliputi segenap orang maupun golongan yang ada dalam masyarakat yang dikuasainya. Sedangkan C.F. Strong dalam bukunya Modern Political Constitution menyatakan sovereignity adalah kekuasaan untuk membentuk hukum serta kekuasaan untuk memaksakan pelaksanaannya.
Dari pengertian sederhana itu disimpulkan bahwa yang dimaksud kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang harus dimiliki oleh negara. Memiliki kekuasaan tertinggi berarti negara harus dapat menentukan kehendaknya sendiri serta mampu melaksanakannya. Kehendak Negara tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk hukum. Kemampuan untuk melaksanakan sistem hukum dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk dengan cara paksaan. Oleh sebab itu, dalam kedaulatan terkandung makna kekuatan. Kedaulatan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
·         Kedaulatan ke dalam (internal sovereignity), yaitu negara berhak mengatur segala kepentingan rakyat melalui berbagai lembaga Negara dan perangkat lainnya tanpa campur tangan negara lain.
·         Kedaulatan ke luar (external sovereignity) yaitu negara berhak untuk mengadakan hubungan atau kerjasama dengan negara-negara lain, untuk kepentingan bangsa dan negara.
Menurut Jean Bodin, kedaulatan mempunyai empat sifat sebagai berikut.
·         Permanen, yaitu kedaulatan itu tetap ada selama negara itu berdiri.
·         Asli, yaitu kedaulatan itu tidak berasal dari kekuasaan lain.
·         Bulat, artinya kedaulatan tidak dapat dibagi-bagi. Kedaulatan itu merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam negara.
·         Tidak terbatas, yaitu kedaulatan itu tidak dibatasi oleh siapa pun, sebab apabila kedaulatan itu terbatas maka kekuasaan tertinggi akan lenyap.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat, karena kedaulatan yang diperoleh bangsa Indonesia tidak berasal dari pemberian pendudukan Jepang. Kedaulatan Negara Indonesia merupakan basil perjuangan yang panjang mulai masa kolonialisme hingga pendudukan Jepang. Kedaulatan itu sesungguhnya akan tetap berdiri kokoh selama negara kita terintegrasi secara keseluruhan.
Di samping telah memenuhi sifat-sifat kedaulatan, negara Indonesia juga telah memenuhi unsur-unsur berdirinya suatu negara. Suatu bangsa disebut sebagai suatu Negara bila memenuhi unsur-unsur di bawah ini.

a. Adanya rakyat yang bersatu
Rakyat merupakan unsur terpenting dari suatu negara, karena rakyatlah yang pertama kali mempunyai kehendak untuk membentuk negara. Rakyat adalah sekumpulan atau keseluruhan orang yang berada dan berdiam dalam suatu negara atau menjadi penghuni negara dan tunduk pada kekuasan negara itu.

b. Adanya wilayah
Wilayah suatu negara merupakan tempat tinggal rakyat dan tempat berlangsungnya pemerintahan yang berdaulat. Wilayah suatu Negara meliputi daratan, lautan, maupun udara. Daratan adalah wilayah di permukaan bumi dengan batas-batas tertentu. Lautan merupakan perairan yang berupa samudera, laut, selat, danau dan sungai. Sedangkan udara meliputi wilayah yang berada di permukaan bumi di atas wilayah darat dan laut.

c. Pemerintah yang berdaulat
Pemerintah yang berdaulat yaitu pemerintah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang dihormati dan ditaati oleh rakyat dalam Negara itu maupun negara-negara lain.

d. Pengakuan dari negara lain
Suatu negara yang sudah berdaulat membutuhkan pengakuan dari negara lain karena adanya kebutuhan akan kelangsungan hidup Negara tersebut, dan ancaman baik yang berasal dari dalam maupun intervensi dari negara lain. Disamping itu pengakuan dari negara lain diperlukan karena suatu negara tidak dapat bertahan hidup tanpa bantuan dan kerja sama dengan negara lain.

 Paham yang menekankan tentang kedaulatan rakyat berkembang mulai abad XVII hingga sekarang. Paham ini dipengaruhi oleh teori kedaulatan hukum yang menempatkan rakyat sebagai objek sekaligus subjek dalam Negara (demokrasi). Pengertian kedaulatan rakyat berhubungan erat dengan pengertian perjanjian masyarakat dalam pembentukan asal mula negara. Negara terbentuk karena adanya perjanjian masyarakat. Perjanjian masyarakat disebut juga dengan istilah kontrak sosial. Tokoh penganut paham teori kedaulatan rakyat adalah John Locke, Montesquieu, dan JJ Rousseau .

1.      John Locke
Dia berpendapat bahwa negara dibentuk melalui perjanjian masyarakat. Sebelum terbentuknya negara, manusia hidup sendiri-sendiri dan belum ada peraturan. Untuk memenuhi kebutuhannya manusia mengadakan perjanjian membentuk sebuah negara. Jadi, ada dua perjanjian masyarakat yaitu perjanjian antar individu dengan penguasa. Menurut John Locke, hanya ada pemisahan kekuasaan dalam negara ke dalam kekuasaan eksekutif, legislatif,  dan yudikatif.

   2. Montesquieu
Menurutnya kekuasaan harus dipisahkan menjadi kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif.
Kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang termasuk mengadakan perjanjian dengan negara lain. Kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan untuk membuat undang-undang. Kekuasaan yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengadili terhadap pelanggar undang-undang. Menurut Montesquieu ketiga jenis kekuasaan itu harus dipisah satu sama lain. Berarti lembaga negara yang lain tidak boleh ikut campur dalam urusan lembaga negara lain.

   3. JJ Rousseau
Beliau menganut teori perjanjian masyarakat dan dianggap sebagai Bapak Teori Kedaulatan Rakyat. Menurutnya negara dibentuk oleh kemauan rakyat. Kemauan rakyat untuk membentuk sebuah negara ini disebut kontrak sosial. Individu secara suka rela dan bebas membuat perjanjian untuk membentuk sebuah negara berdasarkan kepentingan mereka. Negara sebagai organisasi berkewajiban mewujudkan cita-cita atau kemauan rakyat yang kemudian dituangkan dalam bentuk kontrak sosial yang berwujud konstitusi negara. Rosseau juga menekankan adanya kebebasan dan persamaan.


3.      Teori-Teori Kedaulatan Rakyat
Dalam suatu negara berdaulat terdapat beberapa teori kedaulatan yaitu :
1.      Teori Kedaulatan Tuhan.
2.      Teori Kedaulatan Raja.
3.      Teori Kedaulatan Negara.
4.      Teori Kedaulatan Hukum.
5.      Teori Kedaulatan Rakyat.
Dari kelima teori tersebut ada 2 bentuk kedaulatan yang tidak di pegang oleh suatu yang personal yaitu Teori Kedaulatan Negara dan Teori Kedaulatan Hukum. Kedaulatan bisa kita definisikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Kedualatan tersebut bersifat tunggal, asli dan tidak dapat dibagikan. Tunggal berarti hanya ada satu kekuasaan yang paling tinggi sehingga kekuasaan tersebut tidak dapat dibagikan. Asli berarti kekuasaan tersebut berasal atau terlahir dari kekuasaan lain. Sedangkan abadi berarti kekuasaan Negara tersebut akan berlangsung secara terus menerus. Yang dimaksud disini meskipun suatu pemerintahan dapat berganti-ganti, begitu pula dengan kepala negaranya yang dapat diganti, tetapi negara dengan kekuasaannya tetap akan berlangsung. Dalam artikel ini kami akan uraikan macam-macam teori kedaulatan, yakni Kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Raja, Kedaulatan Negara, Kedaulatan Hukum dan Kedaulatan Rakyat/demokrasi. Berikut ini uraiannya :
1.      Teori Kedaulatan Tuhan
Menurut teori ini kekuasaan tertinggi dalam suatu negara adalah berasal dari Tuhan. Jadi bisa dikatakan teori ini didasarkan pada agama. Teori ini bisa dijumpai bukan hanya di dunia barat saja tetapi juga di dunia timur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori ini dimiliki hampir oleh seluruh negara pada beberapa peradapan yang berkembang. Apabila pemerintahan dari negara tersebut berbentuk monarki maka dinasti yang memerintah dianggap sebagai turunan dan mendapat kekuasaannya dari Tuhan.Teori ini merupakan teori kedaulatan yang pertama dalam sejarah, mengajarkan bahwa negara dan pemerintah mendapatkan kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal segala sesuatu (Causa Prima). Menurut teori ini, kekuasaan yang berasal dari Tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh negara terpilih, yang secara kodrati ditetapkan-Nya menjadi pemimpin negara dan berperan selaku wakil Tuhan di dunia. Teori ini umumnya dianut oleh raja-raja yang mengaku sebagai keturunan dewa, misalnya para raja Mesir Kuno, Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda (Bidde Gratec Gods, kehendak Tuhan), Raja Ethiopia (Haile Selasi, Singa penakluk dari suku Yuda pilihan Tuhan). Demikian pula dianut oleh para raja Jawa zaman Hindu yang menganggap diri mereka sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Ken Arok bahkan menganggap dirinya sebagai titisan Brahmana, Wisnu, dan Syiwa sekaligus.
Pelopor teori kedaulatan Tuhan antara lain: Augustinus (354-430), Thomas Aquino (1215-1274), juga F. Hegel (1770-1831) dan F.J. Stahl (1802-1861).
Karena berasal dari Tuhan, maka kedaulatan negara bersifat mutlak dan suci. Seluruh rakyat harus setia dan patuh kepada raja yang melaksanakan kekuasaan atas nama dan untuk kemuliaan Tuhan. Menurut Hegel, raja adalah manifestasi keberadaan Tuhan. Maka, raja/ pemerintah selalu benar, tidak mungkin salah.
Teori kedaulatan Tuhan menurut sejarahnya berkembang pada zaman abad pertengahan yaitu, pada abad ke 5 M sampai abad ke 15 M. Perkembangan dari teori ini berjalan bersama dengan perkembangan agama baru pada masa itu yaitu agama Kristen yang diorganisir oleh pihak gereja. Pada masa tersebut, negara-negara di Eropa dijalankan oleh 2 organisasi kenegaraan yaitu pihak gereja yang dipimpin oleh Paus dan pihak negara yang dipimpin oleh Raja. Hingga sekarang masih ada beberapa negara tertentu yang masih berpegang teguh kepada Teori Kedaulatan Tuhan. Didalam perkembangannya teori ini sangat erat hubungannya dengan perkembangan agama baru yang timbul pada saat itu yaitu agama Kristen, yang kemudian dioraganisasi dalam satu organisasi keagamaan, yaitu gereja yang dikepalai seorang paus. Tokoh-tokoh penganut teokrasi antara lain; Agustinus, Thomas Aquinas, dan Marsillius.
Sedangkan, menurut Ahmad Azhar Basyir, predikat teokrasi tidak dapat  diterima sebab islam tidak mengenal adanya kekuasaan Negara yang menerima limpahan dari Tuhan,. menurutnya kekuasaan Negara berasal dari umat dan penguasanya bertanggung jawab kepada umat. Menurut ajaran islam, kedaulatan hanya milik Allah semata, dan hanya Dia-lah pemberi hukum. Dalam Negara Islam, organisasi-organisasi politik  itu disebut khilafah. Manusia merupakan khalifah Tuhan di muka bumi dan memiliki tugas untuk melaksanakan dan menegakkan perintah dari pemegang kedaulatan.
Teori Kedaulatan Tuhan merupakan teori kedaulatan yang pertama dalam sejarah, mengajarkan bahwa Negara dan pemerintah mendapat kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal segala sesuatu (Causa Prima). Menurut teori Kedaulatan Tuhan, kekuasaan yang berasal dari tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh Negara terpilih, yang secara kodrati diterapkan-Nya menjadi pemimpin Negara dan berperan selaku wakil Tuhan di dunia. Teori ini umumnya dianut oleh raja-raja yang mengaku sebagai keturunan dewa, misalnya para raja Mesir Kuno, Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda (Bidde Gratec Gods, kehendak Tuhan), Raja Ethiopia (Haile Selasi, singa penakluk dari suku Yuda pilihan Tuhan). Demikian pula dianut oleh para raja Jawa zaman Hindu yang menganggap diri mereka sebagai penjelmaan dewa Wisnu. Ken Arok bahkan menganggap dirinya sebagai titisan Brahmana, Wisnu, dan Syiwa sekaligus
Pelopor teori kedalulatan tuhan antara lain : Augustinus (354-430), Thomas Aquino (1215-1274), F. Hegel (1770-1831) dan F.J. Stahl (1802-1861).
Karena berasal dari Tuhan, maka kedaulatan Negara bersifat mutlak dan suci. Seluruh rakyat harus setia dan patuh kepada raja yang melaksanakan kekuasaan atas nama dan untuk kemuliaan Tuhan. Menurut Hegel, raja adalah manifestasi keberadaan Tuhan. Maka, raja atau pemerintah salalu benar, tidak mungkin salah.

2.      Teori Kedaulatan Raja
Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan Tuhan berkembang menjadi Teori Kedaulatan Raja, yang menganggap bahwa raja bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Kekuasaan raja berada di atas konstitusi. Ia bahkan tak perlu menaati hukum moral agama, justru karena “status”-nya sebagai representasi/ wakil Tuhan di dunia. Maka, pada masa itu kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya.
Menurut Marsilius, kekuasaan tertinggi dalam Negara berada di tangan raja, karena raja adalah wakil Tuhan atau semacam diberi amanah dari Tuhan untuk berkuasa atas rakyat dan berhak melakukan apa saja  karena menurutnya semua tindakannya itu sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan. bahkan raja merasa berkuasa menetapkan kepercayaan atau agama yang harus dianut oleh rakyatnya atau warga negaranya.
Kekuasaan mutlak yang ada pada raja, sehingga terjadi penyelewengan kekuasaan kedalam tyranny. Seperti yang terjadi di Prancis pada masa pemerintahan raja Louis IV yang menyatakan “Negara adalah saya (I’etat cest moi)”. Pada saat itu banyak keluarga raja yang berpesta pora diatas kesengsaraan rakyat, yang menyebabkan  rakyat tidak lagi percaya pada kekuasaan tertinggi yang berada ditangan raja.
Kemudian rakyat mulai memberontak terhadap kekuasaan raja dan mulai menyadari kekuatannya sendiri sebagai “rakyat”  yang beridentitas dan berhak.
Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan Tuhan berkembang menjadi Teori Kedaulatan Raja, yang menggap bahwa raja bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Kekuasaan raja berada di atas konstitusi. Ia bahkan tidak perlu menaati hukum moral agama, justru karena statusnya sebagai representasi atau wakil Tuhan di dunia, maka pada saat itu kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya.
Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan Tuhan berkembang menjadi Teori Kedaulatan Raja, yang menganggap bahwa raja bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Kekuasaan raja berada di atas konstitusi. Ia bahkan tak perlu menaati hukum moral agama, justru karena “status”-nya sebagai representasi/ wakil Tuhan di dunia. Maka, pada masa itu kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya.
Peletak dasar utama teori ini adalah Niccolo Machiavelli (1467-1527) melalui karyanya, II Principle.  Ia mengajarkan bahwa Negara harus dipimpin oleh seoran Raja yang berkekuasaan mutlak. Sedangkn Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan Negara memang dipersonifikasikan dalam pribadi raja, namun raja tetap harus menghormati hukum kodrat, hukum antar bangsa, dan konstitusi kerajaan (leges imperii). Di Inggris, teori ini dikembangkan oleh Thomas Hobes (1588-1679) yang mengajarkan bahwa kekuasaan mutlak seorang raja justru diperlukan untuk mengatur Negara dan menghindari homo homini lupus.

3.      Teori Kedaulatan Negara
Menurut Teori kedaulatan Rakyat, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi (berdaulat) karena tidak mungkin seluruh Rakyat menyelenggarakan kehidupan bernegara, maka rakyat mewakilkan kepada suatu badan yaitu pemerintah. Keberadaan pemerintah berdasarkan kehendak rakyat dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus sesuai dengan kehendak atau aspirasi rakyat., jika kinerja pemerintah menyimpang dari kehendak rakyat , maka rakyat akan berusaha mengkritik kinerja pemerintah. Ciri-ciri Nagara yang menganut Teori kedaulatan Rakyat :
1.      Lembaga Perwakilan Rakyat atau DPR sebagai Badan atau majelis mewakili dan mencerminkan kehendak rakyat.
2.      Untuk mengankat dan menetapkan anggota majelis dilakukan melalui pemilu dan dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
3.      Kekuasaan atau kedaulatan rakyat dilakukan oleh badan atau majelis yang bertugas mengawasi pemerintah
4.      Susunan kekuasaan badan atau majelis itu ditetapkan dalam UUD.

Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi terletak pada negara. Sumber kedaulatan adalah negara, yang merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan timbul bersamaan dengan berdirinya suatu negara. Hukum dan konstitusi lahir menurut kehendak negara, diperlukan negara, dan diabdikan kepada kepentingan negara. Demikianlah F. Hegel mengajarkan bahwa terjadinya negara adalah kodrat alam, menurut hukum alam dan hukum Tuhan. Maka kebijakan dan tindakan negara tidak dapat dibatasi hukum. Ajaran Hegel ini dianggap yang paling absolut sepanjang sejarah. Para penganut teori ini melaksanakan pemerintahan tiran, teristimewa melalui kepala negara yang bertindak sebagai diktator. Pengembangan teori Hegel menyebar di negara-negara komunis.
Peletak dasar teori ini antara lain: Jean Bodin (1530-1596), F. Hegel (1770-1831), G. Jellinek (1851-1911), Paul Laband (1879-1958).
Dalam teori kedaulatan Negara (staatssouvereniteit) ini menganggap Negara sebagai suatu “rechtsperson” atau “badan hokum” yang dianggap memiliki berbagai hak dan kewajiban serta dapat melakukan perbuatan atau tindakan hukum, tidak ubahnyaseperti juga seorang “natuurlijkpersoon” yang menjadi pendukung hak dan kewajiban yang sekaligus dapat melakukan perbuatan atau tindakan hukum. Negara sebagai badan hokum inilah yang memiliki kekuasaan tertinggi didalam kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat
Menurut Georg Jellineck yang menciptakan hukum bukan tuhan  dan bukan pula raja, tetapi Negara. Adanya hukum karena adanya Negara. Jellineck juga mengatakan bahwa hokum merupakan penjelmaan dari kemauan Negara. Negara adalah satu-satunya sumber hokum. Oleh sebab itu,  kekuasaan tertinggi harus dimiliki oleh Negara.
Namun ada pula yang beranggapan bahwa kedaulatan Negara merupakan kelanjutan dari kedaulatan raja, dimana pada pelaksanaanya yang menjadi penguasa atau yang memegang kekuasaan dalam suatu Negara adalah raja sendiri, seperti yang disebut dengan ajaran “verkulpringstheorie” yang artinnya Negara menjelma dalam tubuh raja.
Penganut teori kedaulatan Negara ini antara lain Jean Bodin dan Georg Jellineck.
Menurut teori Kedaulatan Negara, kekuasaan tertinggi terletak pada Negara. Sumber kedaulatan adalah Negara, yang merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan timbul bersamaan dengan berdirinya suatu Negara. Hokum dan konstitusi lahir menurut kehendak Negara, dan diabdikan kepada kepentingan Negara. Para penganut teori ini melaksanakan pemerintahan tiran, teristimewa melalui kepala Negara yang bertindak sebagai dictator.
Pengembangan teori Hegel menyebar di Negara-negara komunis. Peletak dasar teori antara lain: Jean Bodin (1530-1596), F.Hegel (1770-1831), G.Jellinek (1851-1911), Paul Laband (1879-1958).

4.      Teori Kedaulatan Hukum
Teori kedaulatan adalah salah satu topik yang menarik dalam rangka Ilmu Negara dan Teori Hukum.  Kedaulatan maksudnya suatu kekuasaan atau otoritas paling tinggi yang sifatnya tunggal, satu-satunya. Ada macam-macam ajaran kedaulatan, yakni kedaulatan Tuhan, kedaulatan Negara, kedaulatan Rakyat dan akhirnya bermuara pada teori kedaulatan hukum (rechtsouvereiniteit/supremacy of law). Ajaran kedaulatan hukum ini adalah suatu teori atau pemikiran konseptual tentang negara dan apa hubungannya dengan hukum. Ia mengkritik Teori Kedaulatan Negara yang menempatkan negara diatas hukum.  Dipelajari apakah negara yang membentuk hukum dan berada diatas hukum? Apakah sumber wewenang/otoritas negara dan hukum? Pertanyaan-pertanyaan ini adalah pertanyaan teoritis yang dicari jawabnya oleh  ajaran kedaulatan hukum.




Perintis Teori Kedaulatan Hukum adalah seorang ahli hukum terkemuka dari Universitas Leiden, Belanda , Hugo Krabbe (1857 – 1936). Dia belajar hukum dan ilmu Negara di Leiden dan menyelesaikan studi tahun 1883 dengan tesis “De burgerlijke staatsdienst in Nederland” (Pelayanan Negara Borjuis di Belanda).  Beberapa tahun kemudian bekerja di Sekretariat Provinsi Gelderland dan Noord Holland.  Tahun 1894 Krabbe ditunjuk sebagai professor di Groningen, dengan pidato pengukuhan “de werkkring van de staat” (Jabatan-jabatan Negara). Tahun 1897 membuat suatu laporan prasaran berjudul Hubungan hukum antara Negara dan pejabat-pejabatnya harus diatur oleh hukum.  Dia kembali ke Universitas Leiden menduduki jabatan bergengsi  prof.Oppenheim sebagai professor hukum konstitusi/tata Negara tahun 1908 dengan pidato “De idee der rechtspersoonlijkheid in de Staatsleer” (Ide subyek hukum dalam ajaran Negara). Disini dia lebih mendalam menyoroti hubungan antara hukum dan Negara.  Sebelumnya  di Groningen Krabbe telah mengemukakan ide kedaulatan hukum dalam buku “Die Lehre der Rechtssouveränität; Beitrag zur Staatslehre” (Ajaran Kedaulatan hukum, Groningen, 1906).  Untuk lebih menjabarkan buku ini ditulis lagi buku “De modern staatsidee” (Ide Negara modern), den Haag 1915 lalu “het Rechtgezag” (Kewenangan hukum, Den Haag 1917), “De innerlijke waarheid der wet (“Kebenaran internal dari undang-undang” di ‘s-Gravenhage, 1924).  Murid Krabbe yang terkenal adalah R.Kranenburg yang menulis “Algemene Staatslehre” (Ilmu Negara Umum).
Teori Kedaulatan hukum dari Krabbe berusaha memecahkan masalah teori kedaulatan Negara juga  teori kedaulatan rakyat yang sudah ada sebelumnya. Jean Bodin (1576) adalah yang pertama kali merumuskan bahwa kedaulatan adalah sifat utama dari Negara.  Negara berdaulat atas warganya dan Negara tidak dapat dihambat oleh hukum. Orang yang berkuasa adalah sumber dari hukum dan ia tidak terikat pada hukum. Ia hanya tunduk pada hukum illahi dan hukum kodrat dan hanya bertanggung jawab kepada Tuhan saja. Teori kedaulatan rakyat yang dipelopori John Locke dan dikembangkan oleh J.J.Rousseau yang meletakkan kedaulatan kepada seluruh rakyat. Tapi teori tidak cukup jelas  karena ada dua unsur yang tidak bisa dikombinasi. Telah diuraikan dimuka konsep kedaulatan Bodin memandang kekuasaan tertinggi berada di tangan Raja sebagai wakil dari Negara.  Setelah Revolusi Prancis kekuasaan itu tidak lagi pada Raja tapi pada Raja di Parlemen. Tujuan revolusi tentu saja bukan hanya sekedar memindahkan kekuasaan absolute itu ketangan yang lain. Tujuannya kata Locke agar supaya kekuasaan itu tidak digunakan sewenang-wenang oleh Raja maupun oleh kelompok orang tertentu. Di Jerman, konstitusi dipandang sebagai hadiah Raja bukan pernyataan kedaulatan rakyat seperti di A.S. Sebelum teori yuristik Negara, teori kedaulatan berusaha memandang kekuasaan absolut negara pada orang-orang  tertentu yang berkuasa.
Di Amerika terjadi perdebatan panjang mengenai soal dimanakah terletak kedaulatan itu. Pada Negara bagian atau Negara federal atau malah dibagi oleh keduanya. Kalaupun dikatakan kedaulatan berada pada Negara federal sedang Negara bagian tidak berdaulat, tetap saja mustahil menemukan kedaulatan itu.  Pasti bukan di kongres atau presiden. Mengatakannya pada Mahkamah Agung juga tidak bisa karena para Hakim ditunjuk oleh Presiden dan Senat, dan hakimnya bisa dipecat oleh DPR. Apakah kedaulatan berada pada rakyat (people). Rakyat adalah kumpulan warga Negara yang tidak berbentuk dan karenanya tidak memiliki makna politik dan hukum. Mencari-cari letak kedaulatan pada organ Negara adalah sia sia.
Kedaulatan dan Hukum internasional
Teori kedaulatan yang mengalami kesulitan mencari pemecahannya pada badan-badan suatu Negara akan terancam tanpa adanya perkembangan dalam hukum internasional. Ajaran kedaulatan pada masa itu berkembang dari perselisihan yurisdiksi (wewenang) Negara nasional pada zaman Pertengahan. Negara bangsa di Eropa abad 17 kenyataannya berdaulat. Tapi pelan-pelan mulai dikembangkan sistem peraturan dalam hubungannya dengan negara lainnya. Hukum internasional berkembang pesat diantara keluarga bangsa-bangsa. Hukum Internasional yang sebelumnya belum ada dengan cepat mengembangkan sistem pengawasan atas para anggota keluarga bangsa-bangsa. Apakah hakekat kumpulan peraturan itu sehingga bangsa-bangsa anggotanya wajib mentaati. Hugo Grotius menyebutkannya “hukum”, yang bersumber dari alam/kodrat.
Bagi mazhab John Austin, istilah “hukum” pada kata hukum internasional bukanlah perintah dari orang yang berdaulat.  Hukum internasional adalah cabang dari moral bukan hukum.  Sumbernya adalah ikatan moral. Dia bergantung pada persetujuan atau perjanjian Negara pihak. Jadi bukan pada kehendak atau kemauan berdaulat suatu Negara. Hukum internasional tidak dapat dipaksakan berlakunya dengan hukuman atau denda sehingga tidak punya sanksi yang efektip. Tetapi perkembangan hukum internasional yang cepat pada pertengahan Abad 19 dimana mulai berdiri organisasi internasional membuat pandangan mazhab Austinian tidak tepat. Definisi Austinian terlalu sempit. Henry Maine menunjukkan bahwa ada sejumlah sistem hukum eksis tanpa mandat dari Negara dan peraturannya bisa diberlakukan tanpa melalui hukuman dan denda.
Doktrin lama tentang kesetaraan negara adalah cuma fiksi belaka.  Tapi kalau negara tidak  sama semua, yang satu superior atas yang lain, maka pertanyaannya kalau begitu bagaimana jadinya doktrin kedaulatan negara.
Hukum internasional adalah kumpulan aturan yg mengatur hubungan antar negara yg tdk berasal dari persetujuan bebas`mereka tapi dari sumber yg sama seperti hukum lain. Eksistensi kumpulan peraturan tersebut tidak sesuai dgn ajaran kedaulatan negara. Teori negara sebagai subyek hukum (juristic person) mencoba mengatasi kesulitan kedaualatan negara. Teori Negara Subyek hukum dimulai oleh von Gerber thn 1865 dan dikembangkan Laban, Preuss dan Jellinek.
Teori ini mengatakan semua usaha mencari kedaulatan pada organ khusus negara adalah keliru. Negara adalah suatu kesatuan yang tunggal, yg berasal dari kesadaran kita kata Jelllinek. Badan-badan pemerintahan, raja, badan perwakilan adalah organ dari negara melalui mana negara mengekspresikan kemauan dan menjalankan fungsinya.
Kedaulatan disini tidak diidentikkan dengan badan pemerintahan. Pemerintah berbeda dgn negara. Pemerintah adalah sekumpulan fungsi-fungsi sedang negara entitas hipotetis  yang mencakup  aspek politik dari masyarakat atau bangsa.  Bagi Jelllinek kedaulatan bukan aspek terpenting dari teori subyek hukum (rechtsperson/juristic person).
Negara merupakan suatu person.  Personalitas negara adalah alat untuk membuat negara agar  bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan melanggar hukum dari badan-badan nya.  Teori kedaulatan hukum ini mengatakan seluruh sifat personalitas negara adalah subyek hukum dan tidak bisa dipisahkan dari hubungannnya dengan hukum.  Inilah yg disebutkan “Negara hukum” (rechtstaat). Kelemahan teori Juristic personality dari Jellinek ialah baginya  negara adalah yang memiliki kekuasaan yang asli dan paling tinggi yg dapat memaksakan kehendaknya terhadap kehendak orang lain. Kelemahan teori Jellinek ini yang dikritik Krabbe. Sedang teori Leon Duguit,  kekuasaan penguasa berasal dari prinsip kemasyarakatan yang mengatur masyarakat. Solidaritas masyarakat yang membentuk hukum obyektif yang mengikat seluruh anggota masyarakat. Hukum tersebut mengharuskan seluruh masyarakat harus meningkatkan solidaritas dan tidak menguranginya. Negara tunduk pada hukum karena si penguasanya tunduk pada hukum seperti halnya anggota kelompoknya.
Menurut Duguit , kekuatan (power) seorang penguasa adalah fakta yg tidak perlu pembenaran, meskipun dipergunakan utk menghabisi solidaritas. Disini masyarakat membutuhkan lembaga permanen untuk mencukupi kebutuhannya.  Pandangan Duguit mengandung paradoks, bertentangan. Walaupun hukum positif yg berasal dari kekuatan mengikat fakta solidaritas, Duguit tidak menerima bahwa hal ini adalah suatu justifikasi dari kekuasaan yang dijalankan kelas penguasa. Penguasa menjalankan kekuasaannya karena keunggulan kecerdasan, moral, dan ekonomi. Mereka bisa menjalankan kekuasaannya karena keunggulan nya atas pihak lain.
Aspek sosiologis teori Duguit tidak memberi sumbangan berarti kepada konsep hukum dan analisa otoritasnya.  Sumbangan utamanya adalah tahap2 hukum yang diabaikan oleh teori2 kedaulatan sebelumnya. Menurut Duguit fungsi hukum adalah menyusun dan mengoperasikan pelayanan publik secara berkelanjutan, hal mana penting utk kehidupan masyarakat.
Kedaulatan hukum Krabbe
Pada masa sekarang ini Negara Negara cenderung berkonstitusi untuk  menghindarkan kesewenang-wenangan yang dikandung dalam teori kedaulatan Negara. Organ-organ Negara, pejabat cabang-cabang pemerintahan selalu mendasarkan kewenangannya pada hukum. Landasaan dari Negara dibuat diatas hukum, Negara mewujudkan kehendaknya dengan hukum, membuat hukum dan bertindak sesuai dengan hukum. Negara wajib memerintah berdasarkan hukum, walau diasumsikan bahwa hukum mengikat karena ekspresi kemauan Negara.  Negara menciptakan hukum tapi organ-organnya adalah mahluk hukum dan mengabdi pada hukum. Negara pun ciptaan hukum, organnya ada karena hukum, Negara menjalankan kekuasaan dengan hukum.  Inilah makna teori kedaulatan hukum Krabbbe. Menurut Krabbe, moralitas dan hukum bersumber pada kesadaran hukum (rechtsbewusstsein/sense of right).  Hukum tetap eksis hanya kareena orang terus menerus menilai dan menilai kembali kepentingan-kepentingannya. Mereka bertujuan mencapai keseimbangan kepentingan. Orang ingin melindungi kepentingan sendiri dan mengakui kepentingan orang lain yg berkaitan dnegannya. Kesadaran akan hak dan kewajiban timbal balik ini merupakan landasan bagi bangunan organisasi-organisasi politik untuk terjaminnya  kepentingan umum.  Inilah  teori negara Krabbe. Krabbe : Aspek fundamental dari negara modern adalah  hukum.  Hukum mewakili evaluasi kepentingan2 dan menentukan kategori mana yang benar dan mana salah. Badan-badan negara harus berlandaskan hukum.
Otoritas hukum
Hukum memiliki otoritas kekuasaan karena sifatnya demikian. Pada dirinya, hukum memang berwenang dan berkuasa.  Hukum dibenarkan karena kandungannya yaitu menurut ketepatan memperhitungkan kepentingan yg bersangkutan.  Maka jelas konsep hukum disini berbeda dgn kekuasaan dalam doktrin kedaulatan. Konsep kedaulatan adalah konsep formal.  Hukum memiliki otoritas karena sumbernya memiliki wewenang.
Selanjutnya kata Krabbe, penting membedakan hukum dan keadilan walaupun kadangkala bermakna sama tapi bisa bertentangan. Misalnya kalau seseorang bertentangan dengan hukum hal itu bisa diartikan ia bertentangan dengan peraturan yang berlaku atau dengan ide keadilan. Maka penting mempertimbangkan peraturan tersebut walaupun dibuat oleh lembaga yang wenang. Harus diselidiki dulu standar apa yang dipakai untuk membuat aturan itu.  Masalah ini akan dijawab oleh filsafat hukum bukan ilmu Negara. Fokus kita disini adalah hukum atau peraturan yang berlaku itu. Krabbe memulai teorinya dengan pertanyaan apakah yang dimaksud dengan hukum berlaku? Kenapa hukum berlaku.  Jawabnya hukum berlaku karena otoritas kekuasaan.  Sepanjang kekuasaan dari yang berdaulat dipakai sebagai titik pangkal maka dasarnya akan sampai pada kehendak Tuhan atau kelompok yang menyatu dengan yang berdaulat atau kekuatan kodrat dari yang kuat atas yang lemah. Tetapi dilain pihak, dalam Kedaulatan hukum hanya melihat dasarnya pada  kekuasaan yang dijumpai dalam kehidupan kerohanian manusia. Khususnya pada bagian kehidupan spiritual yang beroperasi dalam diri kita yang disebut kesadaran hukum. Dalam teori kedaulatan hukum, dasar berlakunya hukum berada pada daya internal bukan daya eksternal seperti teori kedaulatan negara. Kesadaran hukum inilah sumber dari kekuasaan itu. Kedaulatan hukum bisa dipandang sebagai sesuatu yang sudah menjadi kenyataan real bisa juga sebagai hal yang akan diwujudkan (das Sein dan das Sollen). Ia menjadi realitas kalau kesadaran hukum anggota masyarakatnya itu benar-benar dijalankan beroperasi tanpa hambatan dan semua kekuasaan berasal darinya.
Berdasarkan pemikiran teori ini, kekuasaan pemerintah berasal dari hukum yang berlaku. Hukumlah (tertulis maupun tidak tertulis) yang membimbing kekuasaan pemerintahan. Etika normatif negara yang menjadikan hukum sebagai “panglima” mewajibkan penegakan hukum dan penyelenggara negara dibatasi oleh hukum. Pelopor teori Kedaulatan Hukum antara lain: Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel Kant dan Leon Duguit.
Menurut teori kedaulatan hukum atau rechts-souvereiniteit, kekuasaan tertinggi di dalam suatu Negara itu adalah hukum itu sendiri. Karena itu baik raja atau penguasa maupun rakyat atau warga Negaranya, bahkan Negara itu sendiri semuanya tunduk kepada hukum. Semua sikap, tingkah laku, dan perbuatannya harus sesuai atau menurut hukum.
Kemudian terjadi pertentangan diantara para ahli penganut paham berbeda yakni antara Krabbe yang menganut teori kedaulatan hukum dengan Jellineck yang menganut paham kedaulatan Negara. Jellineck mengemukakan teorinya “selbstbindung” yang isinya antara lain bahwa Negara harus tunduk secara sukarela kepada hukum.
Kemudian Krabbe yang menganut aliran historis yang pelopori oleh Von savigny, yang mengatakan bahwa “hukum timbul bersama kesadaran hukum masyarakat. Hukum tidak tumbuh dari kehendak atau kemauan Negara, maka berlakunya hukum terlepas dari kemauan Negara.” Alasan ini dikemukakan sebbagai jawaban, bahwa kalau benar Negara yang berkuasa, apa sebabnya Negara itu patuh kepada hokum dan dapat dihukum. Bukankah Negara berkuasa membuat undang-undang? bagaimana mungkin Negara yang berkuasa secara sukarela mengikat dirinya dengan undang-undang itu.
Teori kedaulatan hukum ini mengajarkan bahwa pemerintah memperoleh kekuasaannya itu bukanlah dari Tuhan, raja, rakyat maupun negara, akan tetapi berdasarkan atas hukum. Jadi yang berdaulat adalah hukum. Baik pemerintah atau rakyat memperoleh kekuasaan itu dari hukum.
Professor H. Krabbe mengemukakan teorinya yang mentang ajaran teori kedaulatan negara, menurut beliau berlakunya hukum itu bersandar pada kewibawaan yang tidak bersifat perseorangan dari hukum dan tidak pada kewibawaan yang persoonlikk dari raja. kewajiban rakyat untuk tunduk berdasarkan pada kewibawaan hukum yang onpersoonlijk (tidak bersifat perorangan) itu, karena pada akhirnya hukum itu berdasarkan pada kesadaran hukum dari rakyat. Ini berarti bahwa UU akan batal apabila UU itu tidak sesuai dengan kesadaran hukum dari rakyat.
Teori kedaulatan hukum itu pada dasarnya tidak mengakui kekuasaan persoonlijk (yang bersifat perorangan), tetapi ia hanya mengakui rahoni daripada hukum. Teori kedaulatan hukum itu tidak menerima kekuasaan pemerintah yang dijalankan menurut kehendaknya sendiri, tetapi ia hanya menyambut kewibawaan pemerintah.
Menurut Hans Kelsen, hukum itu berlaku karena orang semestinya bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh hukum.
Menurut A.V. Dicey, Hukumlah yang supreme (yang tertinggi) dan semua orang harus tunduk kepada hukum, baik penguasa (pemerintah) maupun rakyat tunduk kepada hukum yang sama, yaitu common law (di Inggris). Jadi tidak ada diskriminasi dalam hukum.

5.      Teori Kedaulatan Rakyat
Teori kedaulatan rakyat berpandangan bahwa rakyatlah menjadi raja sebagai penentu kebijakan publik (public policy). Kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh sistem demokrasi. Demokrasi sendiri berasal dari kata Demos = rakyat dan Cratein = pemerintahan. John Lock sebagai pencetus kedaulatan rakyat sangat mengidam-idamkan terwujudkan kedaulatan rakyat. Dia menggambarkan bahwa terbentuknya sebuah negara berdasarkan kontrak sosial yang terbagi atas dua bagian yaitu factum unionis (perjanjian antar rakyat) dan factum subjectionis (perjanjian antara rakyat dengan pemerintah). Hal inilah yang mendasari teori liberalisme Konstitusi RI yaitu UUD 1945 telah menyebutkan dalam PembukaanUUD 1945: “… susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat…” selanjutnya pasal 1 ayat (2) berbunyi: “kedaualtan adalahditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” .
Pernyataan di atas dengan tegas Indonesia menganut kedaulatan rakyat. Salah satu pelaksanaan dari kedaulatan rakyat adalah pemilihan umum yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pemilu tahun 2004 terakhir kali merupakan pemilu yang baru dilasanakan berbeda dari pemilu sebelumnya. Pemilu 2004 memberikan kebebasan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memilih salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kejadian ini merupakan kejadian yang belum pernah terjadi dalam ketatanegaraan Republik Indonesia.
Dalam isu kedaulatan rakyat, pemikir yang seringkali dirujuk adalah JJ Rousseau. Dalam bukunya Contract ,Sodale (1763), Rousseau berpendapat bahwa manusia dengan moralitas yang tidak dibuat-buat justru waktu manusia berada dalam keluguan. Sayangnya, keluguan ini hilang ketika membentuk masyarakat dengan lembaga-lembaganya. Pada saat itu, manusia beralih menjadi harus taat pada peraturan yang dibuat oleh penguasa yang mengisi kelembagaan dalam masyarakat. Peraturan itu menjadi membatasi dan tidak bermoralitas asli karena dibuat oleh penguasa. Dengan demikian, manusia menjadi tidak memiliki dirinya sendiri. Bagaimana cara mengembalikan manusia kepada keluguan dengan moralitas alamiah dan bermartabat? Menurut Rousseau hanya ada satu jalan: kekuasaan para raja dan kaum bangsawan yang mengatur masyarakat barus ditumbangkan dan kedaulatan rakyat harus ditegakkan. Kedaulatan rakyat berarti bahwa yang berdaulat terhadap rakyat hanyalah rakyat sendiri. Tak ada orang atau kelompok yang berhak untuk meletakan hukumnya pada rakyat. Hukum hanya sah bila ditetapkan oleh kehendak rakyat. Faham kedaulatan rakyat adalah penolakan terhadap faham hak raja atau golongan atas untuk memerintah rakyat. Juga, penolakan terhadap anggapan bahwa ada golongan-golongan sosial yang secara khusus berwenang untuk mengatur rakyat. Rakyat adalah satu dan memimpin dirinya sendiri.
Akan tetapi pertanyaan berikutnya adalah: yang manakah kehendak rakyat itu? Bukankah rakyat adalah ratusan  juta individu (di Indonesia) yang masing-masing punya kemauan dan jarang sekali atau tak pernah mau bersatu? Rousseau menjawab pertanyaan ini dengan teori Kehendak Umum. Menurut teori ini: sejauh kehendak manusia diarahkan pada kepentingan sendiri atau kelompoknya maka kehendak mereka tidak bersatu atau bahkan berlawanan. Tetapi sejauh diarahkan pada kepentingan umum, bersama sebagai satu bangsa, semua kehendak itu bersatu menjadi satu kehendak, yaitu kehendak umum. Kepercayaan kepada kehendak umum dari rakyat itu lah yang menjadi dasar konstruksi negara dari Rousseau. Undang-undang harus merupakan ungkapan kehendak umum itu. Tidak ada perwakilan rakyat oleh karena kehendak rakyat tidak dapat diwakili. Rakyat sendiri harus berkumpul dan menyatakan kehendaknya melalui perundangan yang diputuskannya. Pemerintah hanya sekedar panitia yang diberi tugas melaksanakan keputusan rakyat. Karena rakyat memerintah sendiri dan secara langsung, maka tak perlu ada undang-undang dasar atau konstitusi. Apa yang dikehendaki rakyat itu lah hukum. Dengan demikian, negara menjadi republik,res publica,urusan umum. Kehendak umum disaring dari pelbagai keinginan rakyat melalui pemungutan suara. Keinginan yang tidak mendapat dukungan suara terbanyak dianggap sebagai tidak umum dan akihirnya harus disingkirkan. Kehendak yang bertahan sampai akhir proses penyaringan, itulah kehendak umum. Untuk memahami kehendak umum menurut Rossesau diperlukanvirtue, keutamaan. Orang harus dapat membedakan antara kepentingan pribadi dan kelompoknya di satu pihak dan kepentingan umum di lain pihak. Jadi untuk berpolitik dan bernegara diperlukan kemurnian hati yang bebas dari segala pamrih. Berpolitik menjadi masalah moralitas. Dalam perkembangannya, teori kehendak umum yang digunakan untuk menjelaskan kedaulatan rakyat memiliki dua kelemahan, sebagaimana disebutkan oleh Franz Magnis Suseno (1992: 83-85): Pertama, tidak dikenalnya konsep perwakilan rakyat yang nyata. Rousseau lebih menekankan pada kebebasan total rakyat dan berasumsi bahwa kehendak rakyat tidak dapat diwakilkan. Kedua, tidak adanya pembatasan-pembatasan konstitusional terhadap penggunaan kekuasaan negara Kedua kelemahan ini telah mengantarkan pada suatu tragisme kehendak umum, sebagaimana terjadi di Perancis, sekitar 200 tahun lampau. Pada saat itu, kehendak bebas dan total rakyat telah menjatuhkan rezim otoriter Louis XVI tetapi di lain sisi melahirkan suatu totalitarisme baru dari yang mengatasnamakan "kehendak murni" rakyat. Totalitarisme itu, di bawah pimpinan Robbespierre, telah menghadirkan suatu teror. Robbespierre mengidentifikasi kehendaknya dengan kehendak rakyat. Ketika itu, kehendak yang tidak sama dengannya, secara sederhana dianggap sebagai kehendak di luar "kehendak murni" rakyat. Perkembangan tragis dari kehendak umum ke suatu kondisi teror dari kehendak umum terhadap kehendak minoritas, memang acap terjadi setelah fase revolusi dilalui dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, Eric Hoffer (Hoffer: 1951), menyarankan untuk dilakukan suatu peralihan dari fase revolusioner kepada suatu pembentukan konstitusi yang ditaati oleh rezim baru dan rakyatnya. Prasaran Hoffer pada dasarnya melengkapi asumsi dari Rousseau tentang perlunya suatu moralitas untuk memimpin negara. Jadi moralitas saja tidak cukup. Kalau demikian, ini menjadi menarik. Bagaimana komposisi moralitas masyarakat (dan penyelenggara negara) plus konstitusi dan dasar legal di Indonesia dapat diandalkan untuk terjadinya 2 (dua) hal yang menurut Magnis, menjadi prasyarat kedaulatan rakyat?
Aplikasi Kedaulatan Rakyat di Indonesia
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, rakyat Indonesia telah memiliki UUD'45 yang ditetapkan sebagai konstitusi negara Indonesia. Suasana yang tidak kondusif dalam pembuatan konstitusi tersebut, akibat banyaknya kompromi yang harus dilakukan dengan penguasa militer Jepang serta keterbatasan waktu, menyebabkan konstitusi yang dihasilkan banyak mengandung kelemahan. Kelemahan tersebut bukannya tidak disadari oleh para pemimpin bangsa. Bung Karno yang turut serta dalam penyusunan UUD'45 dengan jelas mengatakan bahwa UUD'45 adalah UUD kilat yang harus disempurnakan nantinya. Namun adanya keinginan kuat dari para pemimpin bangsa dan rakyat untuk mendirikan sebuah negara Indonesia berdaulat, mensyaratkan sebuah konstitusi dari negara Indonesia. Untuk itulah, UUD'45 dengan segala ketidaksempurnaannya diterima dengan gembira oleh para pemimpin bangsa dan seluruh rakyat Indonesia. Teori kedaulatan rakyat berpandang bahwa kekuasaan tertinggi di suatu Negara ada pada rakyat, bukan Tuhan, Raja, ataupun Negara. Rakyat adalah sumber kekuasaan negara. Penguasa atau penyelenggara negara hanyalah pelaksana dari pada apa yang diputuskan atau dikehendaki rakyat. Munculnya teori kedaulatan rakyat ini merupakan reaksi atas kedaulatan Tuhan, raja, dan Negara. Teori ini mengajarkan bahwa pemilik sah kedaulatan adalah rakyat. Dari sini muncul istilah demokrasi. Dalam prinsip negara demokrasi atau kedaulatan rakyat ini, kekuasaan perlu dibatasi. Kemudian muncul ajaran
Trias Politika yang membagi kekuasaan pemerintahan dalam tiga lembaga. Ketiga lembaga itu, adalah :
1.      Legislatif, yaitu lembaga yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menetapkan undang- undang.
2.      Eksekutif, yaitu lembaga yang memiliki kekuasaan untuk melaksanakan undang
Undang.
3.      Yudikatif, yaitu lembaga yang memiliki kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang

Kedaulatan rakyat( popular sovereignty) dimaksudkan kekuasaan rakyat sebagai tandingan atau imbangan terhadap kekuasaan penguasa tunggal atau yang berkuasa. Ajaran kedaulatan rakyat mensyaratkan adanya pemilihan umum yang menghasilkan dewan-dewan rakyat yang mewakili rakyat dan yang dipilih langsung atau tidak langsung oleh warga Negara.
Paham kedaulatan rakyat itu sudah dikemukakan oleh kaum monarchomachen seperti Marsilio, William Ockham, Buchanan, Hotman dan lain-lain. Mereka inilah yang mula-mula sekali mengemukakan ajaran bahwa, rakyatlah yang berdaulat penuh dan bukan raja, karena raja berkuasa atas persetujuan rakyat. Ajaran kaum monarchomachen ini kemudian dilanjutkan oleh John  Locke dan kemudian J.J Rousseau.
Menurut Locke, memang rakyat menyerahkan kekuasaan-kekuasaannya kepada Negara. Dengan demikian Negara memiliki kekuasaan yang besar. Tetapi kekuasaan ini ada batasnya, batas itu adalah hak alamiah dari manusia, yang melekat padanya ketika manusia itu lahir. Hak ini sudah ada sebelum Negara terbentuk . karena itu, Negara tidak bisa mengambil atau mengurangi hak alamiah itu.
Teori kedaulatan rakyat (demokrasi) ini mengajarkan bahwa negara memperoleh kekuasaan dari rakyatnya yang bukan dari Tuhan atau dari raja. Teori kedaulatan rakyat ini tidak sependapat dengan teori kedaulatan Tuhan dan mengemukakan kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh teori kedaulatan Tuhan :
(a) Raja yang seharusnya memerintah rakyat dengan adil, jujur dan baik hati sesuai dengan kehendak Tuhan, namun kenyataannya raja-raja bertindak dengan sewenang-wenang terhadap rakyat.
(b) Apabila kedaulatan ini berasal dari Tuhan, mengapakah dalam suatu peperangan antara raja lain dapat mengakibatkan kalahnnya salah seorang raja.

Kenyataan-kenyataan ini menimbulkan keragu-raguan yang mendorong ke arah tumbulnya alam pikiran baru yang memberi tempat pada pikiran manusia. Alam pikiran baru ini dalam bidang kenegaraan melahirkan suatu paham baru, yaitu teori kedaulatan rakyat.
Paham mengenai teori kedaulatan rakyat ini merupakan reaksi terhadap teori kedaulatan Tuhan dan teori kedaulatan raja dan kemudian menjelma dalam Revolusi Prancis, sehingga menguasai seluruh dunia hingga sekarang dalam bentuk mitos yang memuat paham kedaulatan rakyat dan perwakilan (demokrasi). Pemerintah harus menjalankan kehendak rakyat dan konstitusi menjamin hak asasi manusia. 
Beberapa pandangan pelopor teori kedaulatan Rakyat :
a.       JJ. Rousseau
JJ. Rousseau Menyatakan bahwa kedaulatan itu perwujudan dari kehendak umum dari suatu bangsa merdeka yang mengadakan perjanjian masyarakat (social contract).
b.      Johanes Althusius
Johanes Althusius menyatakan bahwa setiap susunan pergaulan hidup manusia terjadi dari perjanjian masyarakat yang tunduk kepada kekuasaan, dan pemegang kekuasaan itu dipilih oleh rakyat.
c.       John Locke
John Locke menyatakan bahwa kekuasaan Negara berasal dari rakyat, bukan dari raja. Menurutnya, perjanjian masyarakat menghasilkan penyerahan hak-hak rakyat kepada pemerintah dan pemerintah mengembalikan hak dan kewajiban asasi kepada rakyat melalui peraturan perundang-undangan.
d.      Mostesquieu
Mostesquieu membagi kekuasaan Negara menjadi : kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif (Trias Politica).

4.      Sifat-Sifat Kedaulatan Rakyat
Berikut sifat-sifat kedaulatan rakyat:
1.      Permanen, artinya kedaulatan tetap ada sepanjang Negara berdiri. Walaupun pemerintahan yang memegang kedaulatan/ kekuasaan berganti tetapi kedaulatan tetap ada.
2.      Absolut, artinya Negara tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi dari Negara tersebut.
3.      Bulat, artinya hanya ada satu Negara meliputi setiap orang dan golongan yang berada dalam Negara tanpa ada kecualinya.

4.      Asli, artinya kedaulatan tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar