1. Teori
Kedaulatan
Sejak awalnya, teori tentang kekuasaan
negara tidak pernah terlepas kaitannya dengan pembahasan siapa yang memegang
kekuasaan negara tersebut dan darimana kekuasaan tersebut diperoleh. Hal ini
disebabkan negara bukanlah benda mati yang dapat bergerak sendiri, melainkan
sebuah organisasi yang diselenggarakan oleh sekelompok orang atas masyarakat
dengan tujuan tertentu. Pendapat tersebut juga dapat dipahami bahwa di dalam
setiap negara terdapat kekuasaan yang dimiliki negara untuk memaksakan kehendak
pada warga negaranya. Oleh karena itu, pembahasan tentang siapa yang
menyelenggarakan negara dan dari mana kekuasaan tersebut harus dikaitkan dengan
pembahasan teori kekuasaan negara, sehingga dapat memberikan jawaban apakah
yang menjadi dasar adanya kekuasaan negara tersebut.
Pembahasan teori kekuasaan negara merupakan
bagian dari teori negara karena teori kekuasaan negara merupakan turunan dari
teori negara. Maka dari itu, didalam
pembahasan teori kekuasaan negara pasti juga berbicara teori negara. Pemikiran
tantang teori negara pun sudah dimulai sejak zaman romawi kuno sampai zaman
moderen sekarang ini. Perkembangan ekonomi, budaya dan politik juga menyebabkan
teori negara mengalami perkembangan yang signifikan. Hakekat negara secara
sederhana dapat diartikan sebuah organisasi masyarakat, organisasi yang
dibentuk karena adanya keinginan hidup besama di dalam pemenuhan kebutuhannya.
Aristoteles yang merupakan seorang ahli
filsafat dari yunani mengatakan bahwa
pada hakekatnya menusia merupakan mahluk sosial (zoon politikon). Oleh sebab
itu, pada manusia terdapat suatu keinginana untuk hidup bersama yang pada
akhirnya membentuk suatu negara yang bersifat totaliter. Negara menurut
Aristoteles merupakan bentuk tertinggi dari kehidupan bermasyarakat, negara
terbentuk secara alamiah. Dalam negara tersebut terdapat kekuasaan terhadap
orang lain yang memiliki kewenangan membuat undang-undang. Plato mengidealkan
yang memiliki kekuasaan atas negara tersebut adalah seorang filsuf karena hanya
filsuf yang dapat melihat persoalan yang sebenarnya di dalam kehidupan dan
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Dasar pemikiran tersebut yang kemudian
diadopsi oleh para kaum pemikir gereja yang melahirkan teori hukum kodrat.
Menurut teori ini maka kekuasaan tertinggi pada hakekatnya berasal dari Tuhan.
Sebagaimana dikatakan Thomas Aquinas, teori hukum kodrat adalah teori etis dan
hukum kodrat apa yang disebut sebagai kewajiban moral. Thomas berpendapat bahwa
monarchi adalah bentuk pemerintahan yang terbaik, yang dipimpin oleh seorang
raja. Raja memperoleh kekuasaan dari Tuhan, dalam menjalankan pemerintahanya
raja mengharapkan anugrah dari Tuhan dan ia selain sebagai penguasa rakyat ia
juga merupakan hamba Tuhan.
Pada abad ke-17 dan ke-18, dasar pemikiran
kekuasaan-kekuasaan raja mulai mengalami perubahan, dari yang bersifat
ketuhanan menjadi bersifat duniawi. Dasar pemikiran ini salah satunya
dikemukakan oleh Thomas Hobbes. Thomas Hobbes menjelasakan bahwa di dalam
keadaan alamiahnya manusia hidup didalam keadaan yang kacau balau. Thomas
Hobbes menggambarkan keadaan ini bahwa manusia yang satu merupakan srigala bagi
manusia yang lainnya (homo homini lupus). Jadi dalam keadaan alamiahnya manusia
tidak ada ketentraman hidup, rasa takut menghantui lapisan masyarakat oleh
karena itu manusia membuat perjanjian untuk membentuk negara. Pembentukan
negara tersebut bertujuan melindungi kehidupan manusia tersebut. Ketika
perjajian itu dilakukan semua hak-hak alamiah mereka diserahkan pada negara,
sedangkan negara tidak dibebani kewajiban apapun termasuk untuk dapat dituntut
oleh individu. Jadi negara bukanlah patner dalam perjajian itu, melainkan hasil
buahnya.
Berbeda dengan Thomas Hobbes, Jhon Locke
menjelaskan bahwa di dalam keadaan
alamiah (state of nature), manusia memiliki hak yang sama untuk mempergunakan
kemampuan mereka manusia secara alamiah dalam keadaan yang baik. Oleh karena
itu, keadaan alamiah tampak sebagai “a state of peace, good will, mutual assistance,
and preservation”.
Akan tetapi, kondisi tersebut menjadi
berubah manusia mengenal uang. Dengan adanya uang ini, tidak ada lagi batas
alamiah yang sanggup menghindari terjadinya akumulasi kekayaan oleh sedikit
orang. Akumulasi kekayaan oleh sedikit orang ini kemudian menimbulkan keadaan
perang (state of war). Dalam situasi
yang dikuasai oleh ekonomi uang ini, masyarakat tidak dapat bertahan tanpa
pembentukan negara yang menjamin milik pribadi.
Dengan demikian, menurut Locke, negara itu
didirikan untuk melindungi hak milik pribadi. Negara didirikan bukan untuk
menciptakan kesamaan atau untuk mengotrol pertumbuhan milik pribadi yang tidak
seimbang, tetapi justru untuk tetap menjamin keutuhan milik pribadi yang
semakin berbeda-beda besarnya. Hak milik (property) yang dimaksud di sini tidak
hanya berupa tanah milik (estates), tetapi juga kehidupan (lives) dan kebebasan
(liberties). Locke menyebut hak-hak ini dengan istilah inalienable rights
(hak-hak yang tidak asing) dan adanya negara justru didirikan justru untuk
melindungi hak-hak asasi tersebut. Jadi segala kekuasaan yang dimiliki negara
dimilikinya karena, dan sejauh, didelegasikan oleh para warga negaranya.
Terakhir, Jean Jacques Rousseau. Jean
Jacques Rousseau menjelaskan di dalam kehidupan alamiahnya manusia hidup secara
polos dan mencintai diri secara sepontan di mana manusia belum melakukan
pertikaian melainkan keadaan aman dan bahagia. Pada keadaan ini manusia hidup
hanya di dalam pemenuhan kebutuhan pribadinya. Tetapi pada akhirnya keadaan
alamiah manusia tidak dapat dipertahankan kembali jika setiap manusia tidak
dapat lagi mampu mengatasi keadaan dalam menjaga dirinya sendiri. Oleh karena
itu, perlu perubahan pola kehidupannya, yakni membentuk suatu kesatuan dengan
menghimpun diri bersama orang lain.
Manusia akan membentuk suatu negara untuk
mempertahankan dan melindungi pribadi dan anggotanya, di dalam perkumpulan itu
masing-masing menyatu dalam suatu kelompok tetapi manusia tetap bebas sebagai
seorang individu. Hal ini dapat dikatakan bahwa setiap individu menyerahkan
diri dan seluruh kekuasaannya untuk kepentingan bersama, di bawah kepentingan
tertinggi yaitu kehendak umum (volante generale) dan mereka menerima setiap
anggotanya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan. Peyerahan
kekuasaan ini dapat dikatakan sebagai kontrak sosial, tetapi jika kontrak
sosial itu dilanggar maka masing-masing kembali kepada hak-hak alamiah mereka.
Hal ini berarti Rousseau menginginkan adanya kedaulatan rakyat secara
menyeluruh.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran kekuasaan
negara tersebut dapat disimpulkan bahwa pembahasan siapa yang memegang
kekuasaan negara dan darimana kekuasaan diperoleh berkaitan dengan kedaulatan. Kedaulatan
tersebut dapat dibedakan atas Kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Raja, Kedaulan
Negara, kedaulatan Hukum dan Kedaulatan Rakyat. Teori-teori kedaulatan tersebut
pada dasarnya mempertanyakan hak moral apakah yang dijadikan legitimasi bagi
setiap orang atau sekelompok orang atau bagian suatu pemerintahan atau
kekuasaan yang dimilikinya, sehingga mempunyai hak untuk memegang dan
mepergunakan kekuasaan serta menuntut kepatutan atas kekuasaan dan otoritas
yang dimiliki.
Negara Indonesia menganut paham kedaulatan
rakyat (people souvereignty). Konsep kebebasan/persamaan dan konsep kedaulatan
rakyat merupakan dasar dari demokrasi.
Kedaulatan rakyat berarti pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah
rakyat atau yang dikenal adanya selogan
kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kedaulatan rakyat
Indonesia disalurkan dan diselenggarakan melalui prosedure konstitusional. Hal
ini menunjukan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum yang Demokratis
(democratische rectsstaat) dan Negara Demokrasi yang berdasar atas Hukum
(constitusional democracy) yang tidak terpisah satu sama lain, sebagaimana
menurut Jimly Asshiddiqie
Dalam sistem konstitusional Undang-Undang
Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat itu disalurkan dan diselenggarakan menurut
prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi
(constitutional democracy). Karena itu, prinsip kedaulatan rakyat (democratie)
dan kedaulatan hukum (nomocratie) hendaklah diselenggarakan secara beriringan
sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Untuk itu, Undang-Undang Dasar
negara kita menganut pengertian bahwa Negara Indonesia itu adalah Negara Hukum
yang Demokratis (democratische rectsstaat) dan sekaligus adalah Negara
Demokrasi yang berdasar atas Hukum (constitusional democracy) yang tidak terpisah
satu sama lain.
Kedaulatan rakyat deselengarakan langsung
dan melalui sistem perwakilan. Henry B. Mayo dalam buku Introductions to
Democratic Theory mengatakan bahwa sistem politik yang demokrasi ialah dimana
kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Berdasarkan
pendapat tersebut, diselenggarakan langsung dan sistem perwakilan (direct
demokracy) diwujudkan melalui pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat.
2. Pengertian
Kedaulatan Rakyat
Kedaulatan berasal dari
kata daulat yang artinya kekuasaan atau pemerintahan. Berdaulat berarti
mempunyai kekuasaan penuh (kekuasaan tertinggi) untuk mengatur suatu
pemerintahan. Dengan demikian Negara yang berdaulat adalah suatu negara yang
telah mendapatkan kekuasaan penuh untuk mengatur pemerintahannya. Tidak ada
kekuasaan lain yang dapat mendikte dan mengontrol negara tersebut.
Istilah kedaulatan
untuk pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin (1530-1596), dalam bukunya “ six Livres de republique”. Bodin hidup
dalam masa permulaan pertumbuhan negara-negara nasional dan ia melihat
dimana-mana kekuasaan sentral dari negara makin lama makin tegas menampakan
diri dalam bentuk kekuasaan raja yang tertinggi atau kekuasaan ”supreme” dari
keadan yang dikonstatirnya ini ia menarik kesimpulan bahwa inti dari
“statehood” adalah kekuasaan pemerintahan yang merupakan “ summa potesta” atau
“ majestas” yakni kekuasaan tertinggi. Kekuasaan tertinggi ini ia namakan
”soverainite” (souvereignity dalam bahasa Inggris). Istilah tersebut secara
etimologis berasal dari kata “superanus” yang berarti tertinggi.
Secara etimologis kedaulatan
berasal dari bahasa Arab, Daulat yang bearti kekuasaan atau dinasti
pemerintahan. Selain itu dari bahasa Latin yakni, Supremus yang artinya
tertinggi. Kemudian kata tersebut disamakan artinya dengan Sovranita (Bahasa
Italia) atau Souverenigntu (Bahasa Inggris). Jadi kedaulatan berarti kekuasaan
tertinggi pada suatu Negara atau kekuasaan yang tidak terletak di bawah
kekuasaan Negara lain.
Dalam buku tersebut
Bodin mengemukakan suatu teori bahwa kedaulatan adalah unsur yang essensial
dari negara dan bahwa pemegang kekuasaan yang sah dalam negara adalah raja.
Raja mempunyai supremasi yang mutlak
yang tidak dapat di bagi bagi dengan orang lain. Tidak ada suatu kekuasaan
didunia ini yang dapat membatasi dan mengatasi kekuasaan raja itu. Kekuasaan
raja hanya dapat diatasi dan dibatasi oleh
hukumTuhan dan hukum alam
Seperti di dalam suatu
rumah tangga, seluruh anggota keluarga mempunyai kebebasan untuk mengatur rumah
tangga tersebut, baik bentuk rumah, tata ruangnya maupun pernik-pernik yang
akan dipasang dalam rumah tersebut. Semua itu dilakukan untuk kesejahteraan dan
kenyamanan seluruh penghuni rumah. Demikian pula negara yang berdaulat
mempunyai kebebasan untuk mengatur rumah tangganya sendiri, dalam rangka untuk
mencapai kesejahteraan bersama.
Kedaulatan dalam bahasa
Inggris disebut sovereignity. Harold J. Laski mengatakan yang dimaksud dengan
kedaulatan (sovereignity) adalah kekuasaan yang sah (menurut hukum) yang
tertinggi, kekuasaan tersebut meliputi segenap orang maupun golongan yang ada
dalam masyarakat yang dikuasainya. Sedangkan C.F. Strong dalam bukunya Modern
Political Constitution menyatakan sovereignity adalah kekuasaan untuk membentuk
hukum serta kekuasaan untuk memaksakan pelaksanaannya.
Dari pengertian
sederhana itu disimpulkan bahwa yang dimaksud kedaulatan adalah kekuasaan
tertinggi yang harus dimiliki oleh negara. Memiliki kekuasaan tertinggi berarti
negara harus dapat menentukan kehendaknya sendiri serta mampu melaksanakannya.
Kehendak Negara tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk hukum. Kemampuan untuk
melaksanakan sistem hukum dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk dengan
cara paksaan. Oleh sebab itu, dalam kedaulatan terkandung makna kekuatan.
Kedaulatan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
·
Kedaulatan ke dalam
(internal sovereignity), yaitu negara berhak mengatur segala kepentingan rakyat
melalui berbagai lembaga Negara dan perangkat lainnya tanpa campur tangan
negara lain.
·
Kedaulatan ke luar
(external sovereignity) yaitu negara berhak untuk mengadakan hubungan atau
kerjasama dengan negara-negara lain, untuk kepentingan bangsa dan negara.
Menurut Jean Bodin,
kedaulatan mempunyai empat sifat sebagai berikut.
·
Permanen, yaitu kedaulatan
itu tetap ada selama negara itu berdiri.
·
Asli, yaitu kedaulatan
itu tidak berasal dari kekuasaan lain.
·
Bulat, artinya
kedaulatan tidak dapat dibagi-bagi. Kedaulatan itu merupakan satu-satunya
kekuasaan tertinggi dalam negara.
·
Tidak terbatas, yaitu
kedaulatan itu tidak dibatasi oleh siapa pun, sebab apabila kedaulatan itu
terbatas maka kekuasaan tertinggi akan lenyap.
Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat, karena
kedaulatan yang diperoleh bangsa Indonesia tidak berasal dari pemberian
pendudukan Jepang. Kedaulatan Negara Indonesia merupakan basil perjuangan yang
panjang mulai masa kolonialisme hingga pendudukan Jepang. Kedaulatan itu
sesungguhnya akan tetap berdiri kokoh selama negara kita terintegrasi secara
keseluruhan.
Di samping telah
memenuhi sifat-sifat kedaulatan, negara Indonesia juga telah memenuhi
unsur-unsur berdirinya suatu negara. Suatu bangsa disebut sebagai suatu Negara
bila memenuhi unsur-unsur di bawah ini.
Rakyat merupakan unsur
terpenting dari suatu negara, karena rakyatlah yang pertama kali mempunyai
kehendak untuk membentuk negara. Rakyat adalah sekumpulan atau keseluruhan
orang yang berada dan berdiam dalam suatu negara atau menjadi penghuni negara dan
tunduk pada kekuasan negara itu.
b. Adanya wilayah
Wilayah suatu negara
merupakan tempat tinggal rakyat dan tempat berlangsungnya pemerintahan yang
berdaulat. Wilayah suatu Negara meliputi daratan, lautan, maupun udara. Daratan
adalah wilayah di permukaan bumi dengan batas-batas tertentu. Lautan merupakan
perairan yang berupa samudera, laut, selat, danau dan sungai. Sedangkan udara
meliputi wilayah yang berada di permukaan bumi di atas wilayah darat dan laut.
c. Pemerintah yang
berdaulat
Pemerintah yang
berdaulat yaitu pemerintah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang dihormati
dan ditaati oleh rakyat dalam Negara itu maupun negara-negara lain.
d. Pengakuan dari
negara lain
Suatu negara yang sudah
berdaulat membutuhkan pengakuan dari negara lain karena adanya kebutuhan akan
kelangsungan hidup Negara tersebut, dan ancaman baik yang berasal dari dalam
maupun intervensi dari negara lain. Disamping itu pengakuan dari negara lain
diperlukan karena suatu negara tidak dapat bertahan hidup tanpa bantuan dan
kerja sama dengan negara lain.
Paham yang
menekankan tentang kedaulatan rakyat berkembang mulai abad XVII hingga
sekarang. Paham ini dipengaruhi oleh teori kedaulatan hukum yang menempatkan
rakyat sebagai objek sekaligus subjek dalam Negara (demokrasi). Pengertian
kedaulatan rakyat berhubungan erat dengan pengertian perjanjian masyarakat
dalam pembentukan asal mula negara. Negara terbentuk karena adanya perjanjian
masyarakat. Perjanjian masyarakat disebut juga dengan istilah kontrak sosial.
Tokoh penganut paham teori kedaulatan rakyat adalah John Locke, Montesquieu,
dan JJ Rousseau .
1.
John Locke
Dia berpendapat bahwa negara dibentuk melalui
perjanjian masyarakat. Sebelum terbentuknya negara, manusia hidup
sendiri-sendiri dan belum ada peraturan. Untuk memenuhi kebutuhannya manusia
mengadakan perjanjian membentuk sebuah negara. Jadi, ada dua perjanjian
masyarakat yaitu perjanjian antar individu dengan penguasa. Menurut John Locke,
hanya ada pemisahan kekuasaan dalam negara ke dalam kekuasaan eksekutif, legislatif,
dan yudikatif.
2.
Montesquieu
Menurutnya kekuasaan
harus dipisahkan menjadi kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan
kekuasaan yudikatif.
Kekuasaan eksekutif
yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang termasuk mengadakan perjanjian
dengan negara lain. Kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan untuk membuat
undang-undang. Kekuasaan yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengadili terhadap
pelanggar undang-undang. Menurut Montesquieu ketiga jenis kekuasaan itu harus
dipisah satu sama lain. Berarti lembaga negara yang lain tidak boleh ikut
campur dalam urusan lembaga negara lain.
3. JJ
Rousseau
Beliau menganut teori
perjanjian masyarakat dan dianggap sebagai Bapak Teori Kedaulatan Rakyat.
Menurutnya negara dibentuk oleh kemauan rakyat. Kemauan rakyat untuk membentuk
sebuah negara ini disebut kontrak sosial. Individu secara suka rela dan bebas
membuat perjanjian untuk membentuk sebuah negara berdasarkan kepentingan
mereka. Negara sebagai organisasi berkewajiban mewujudkan cita-cita atau
kemauan rakyat yang kemudian dituangkan dalam bentuk kontrak sosial yang
berwujud konstitusi negara. Rosseau juga menekankan adanya kebebasan dan
persamaan.
3. Teori-Teori
Kedaulatan Rakyat
Dalam suatu negara berdaulat terdapat
beberapa teori kedaulatan yaitu :
1. Teori Kedaulatan Tuhan.
2. Teori Kedaulatan Raja.
3. Teori Kedaulatan Negara.
4. Teori Kedaulatan Hukum.
5. Teori Kedaulatan Rakyat.
Dari kelima teori tersebut ada 2 bentuk kedaulatan
yang tidak di pegang oleh suatu yang personal yaitu Teori Kedaulatan Negara dan
Teori Kedaulatan Hukum. Kedaulatan bisa kita definisikan sebagai kekuasaan
tertinggi dalam suatu negara. Kedualatan tersebut bersifat tunggal, asli dan
tidak dapat dibagikan. Tunggal berarti hanya ada satu kekuasaan yang paling
tinggi sehingga kekuasaan tersebut tidak dapat dibagikan. Asli berarti
kekuasaan tersebut berasal atau terlahir dari kekuasaan lain. Sedangkan abadi
berarti kekuasaan Negara tersebut akan berlangsung secara terus menerus. Yang
dimaksud disini meskipun suatu pemerintahan dapat berganti-ganti, begitu pula
dengan kepala negaranya yang dapat diganti, tetapi negara dengan kekuasaannya
tetap akan berlangsung. Dalam artikel ini kami akan uraikan macam-macam teori
kedaulatan, yakni Kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Raja, Kedaulatan Negara,
Kedaulatan Hukum dan Kedaulatan Rakyat/demokrasi. Berikut ini uraiannya :
1. Teori Kedaulatan Tuhan
Menurut teori ini kekuasaan tertinggi dalam
suatu negara adalah berasal dari Tuhan. Jadi bisa dikatakan teori ini
didasarkan pada agama. Teori ini bisa dijumpai bukan hanya di dunia barat saja
tetapi juga di dunia timur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori ini dimiliki
hampir oleh seluruh negara pada beberapa peradapan yang berkembang. Apabila
pemerintahan dari negara tersebut berbentuk monarki maka dinasti yang
memerintah dianggap sebagai turunan dan mendapat kekuasaannya dari Tuhan.Teori
ini merupakan teori kedaulatan yang pertama dalam sejarah, mengajarkan bahwa
negara dan pemerintah mendapatkan kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal
segala sesuatu (Causa Prima). Menurut teori ini, kekuasaan yang berasal dari
Tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh negara terpilih, yang secara kodrati
ditetapkan-Nya menjadi pemimpin negara dan berperan selaku wakil Tuhan di
dunia. Teori ini umumnya dianut oleh raja-raja yang mengaku sebagai keturunan
dewa, misalnya para raja Mesir Kuno, Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda
(Bidde Gratec Gods, kehendak Tuhan), Raja Ethiopia (Haile Selasi, Singa
penakluk dari suku Yuda pilihan Tuhan). Demikian pula dianut oleh para raja
Jawa zaman Hindu yang menganggap diri mereka sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Ken
Arok bahkan menganggap dirinya sebagai titisan Brahmana, Wisnu, dan Syiwa
sekaligus.
Pelopor teori kedaulatan Tuhan antara lain:
Augustinus (354-430), Thomas Aquino (1215-1274), juga F. Hegel (1770-1831) dan
F.J. Stahl (1802-1861).
Karena berasal dari Tuhan, maka kedaulatan
negara bersifat mutlak dan suci. Seluruh rakyat harus setia dan patuh kepada
raja yang melaksanakan kekuasaan atas nama dan untuk kemuliaan Tuhan. Menurut
Hegel, raja adalah manifestasi keberadaan Tuhan. Maka, raja/ pemerintah selalu
benar, tidak mungkin salah.
Teori kedaulatan Tuhan menurut sejarahnya
berkembang pada zaman abad pertengahan yaitu, pada abad ke 5 M sampai abad ke
15 M. Perkembangan dari teori ini berjalan bersama dengan perkembangan agama
baru pada masa itu yaitu agama Kristen yang diorganisir oleh pihak gereja. Pada
masa tersebut, negara-negara di Eropa dijalankan oleh 2 organisasi kenegaraan
yaitu pihak gereja yang dipimpin oleh Paus dan pihak negara yang dipimpin oleh
Raja. Hingga sekarang masih ada beberapa negara tertentu yang masih berpegang
teguh kepada Teori Kedaulatan Tuhan. Didalam perkembangannya teori ini sangat
erat hubungannya dengan perkembangan agama baru yang timbul pada saat itu yaitu
agama Kristen, yang kemudian dioraganisasi dalam satu organisasi keagamaan,
yaitu gereja yang dikepalai seorang paus. Tokoh-tokoh penganut teokrasi antara
lain; Agustinus, Thomas Aquinas, dan Marsillius.
Sedangkan, menurut Ahmad Azhar Basyir,
predikat teokrasi tidak dapat diterima
sebab islam tidak mengenal adanya kekuasaan Negara yang menerima limpahan dari
Tuhan,. menurutnya kekuasaan Negara berasal dari umat dan penguasanya
bertanggung jawab kepada umat. Menurut ajaran islam, kedaulatan hanya milik
Allah semata, dan hanya Dia-lah pemberi hukum. Dalam Negara Islam,
organisasi-organisasi politik itu
disebut khilafah. Manusia merupakan khalifah Tuhan di muka bumi dan memiliki
tugas untuk melaksanakan dan menegakkan perintah dari pemegang kedaulatan.
Teori Kedaulatan Tuhan merupakan teori
kedaulatan yang pertama dalam sejarah, mengajarkan bahwa Negara dan pemerintah
mendapat kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal segala sesuatu (Causa
Prima). Menurut teori Kedaulatan Tuhan, kekuasaan yang berasal dari tuhan itu
diberikan kepada tokoh-tokoh Negara terpilih, yang secara kodrati
diterapkan-Nya menjadi pemimpin Negara dan berperan selaku wakil Tuhan di
dunia. Teori ini umumnya dianut oleh raja-raja yang mengaku sebagai keturunan
dewa, misalnya para raja Mesir Kuno, Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda
(Bidde Gratec Gods, kehendak Tuhan), Raja Ethiopia (Haile Selasi, singa penakluk
dari suku Yuda pilihan Tuhan). Demikian pula dianut oleh para raja Jawa zaman
Hindu yang menganggap diri mereka sebagai penjelmaan dewa Wisnu. Ken Arok
bahkan menganggap dirinya sebagai titisan Brahmana, Wisnu, dan Syiwa sekaligus
Pelopor teori kedalulatan tuhan antara lain
: Augustinus (354-430), Thomas Aquino (1215-1274), F. Hegel (1770-1831) dan
F.J. Stahl (1802-1861).
Karena berasal dari Tuhan, maka kedaulatan
Negara bersifat mutlak dan suci. Seluruh rakyat harus setia dan patuh kepada
raja yang melaksanakan kekuasaan atas nama dan untuk kemuliaan Tuhan. Menurut
Hegel, raja adalah manifestasi keberadaan Tuhan. Maka, raja atau pemerintah
salalu benar, tidak mungkin salah.
2. Teori Kedaulatan Raja
Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan Tuhan berkembang menjadi
Teori Kedaulatan Raja, yang menganggap bahwa raja bertanggung jawab kepada
dirinya sendiri. Kekuasaan raja berada di atas konstitusi. Ia bahkan tak perlu
menaati hukum moral agama, justru karena “status”-nya sebagai representasi/
wakil Tuhan di dunia. Maka, pada masa itu kekuasaan raja berupa tirani bagi
rakyatnya.
Menurut Marsilius, kekuasaan tertinggi dalam Negara berada di
tangan raja, karena raja adalah wakil Tuhan atau semacam diberi amanah dari
Tuhan untuk berkuasa atas rakyat dan berhak melakukan apa saja karena menurutnya semua tindakannya itu
sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan. bahkan raja merasa berkuasa
menetapkan kepercayaan atau agama yang harus dianut oleh rakyatnya atau warga
negaranya.
Kekuasaan mutlak yang ada pada raja, sehingga terjadi penyelewengan
kekuasaan kedalam tyranny. Seperti yang terjadi di Prancis pada masa pemerintahan raja Louis IV
yang menyatakan “Negara adalah saya (I’etat cest moi)”. Pada saat itu banyak
keluarga raja yang berpesta pora diatas kesengsaraan rakyat, yang
menyebabkan rakyat tidak lagi percaya
pada kekuasaan tertinggi yang berada ditangan raja.
Kemudian rakyat mulai memberontak terhadap
kekuasaan raja dan mulai menyadari kekuatannya sendiri sebagai “rakyat” yang beridentitas dan berhak.
Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan
Tuhan berkembang menjadi Teori Kedaulatan Raja, yang menggap bahwa raja
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Kekuasaan raja berada di atas
konstitusi. Ia bahkan tidak perlu menaati hukum moral agama, justru karena
statusnya sebagai representasi atau wakil Tuhan di dunia, maka pada saat itu
kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya.
Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan
Tuhan berkembang menjadi Teori Kedaulatan Raja, yang menganggap bahwa raja
bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Kekuasaan raja berada di atas
konstitusi. Ia bahkan tak perlu menaati hukum moral agama, justru karena
“status”-nya sebagai representasi/ wakil Tuhan di dunia. Maka, pada masa itu
kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya.
Peletak dasar utama teori ini adalah
Niccolo Machiavelli (1467-1527) melalui karyanya, II Principle. Ia mengajarkan bahwa Negara harus dipimpin
oleh seoran Raja yang berkekuasaan mutlak. Sedangkn Jean Bodin menyatakan bahwa
kedaulatan Negara memang dipersonifikasikan dalam pribadi raja, namun raja
tetap harus menghormati hukum kodrat, hukum antar bangsa, dan konstitusi
kerajaan (leges imperii). Di Inggris, teori ini dikembangkan oleh Thomas Hobes
(1588-1679) yang mengajarkan bahwa kekuasaan mutlak seorang raja justru
diperlukan untuk mengatur Negara dan menghindari homo homini lupus.
3. Teori Kedaulatan Negara
Menurut Teori kedaulatan Rakyat,
rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi (berdaulat) karena tidak mungkin
seluruh Rakyat menyelenggarakan kehidupan bernegara, maka rakyat mewakilkan
kepada suatu badan yaitu pemerintah. Keberadaan pemerintah berdasarkan kehendak
rakyat dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus sesuai dengan kehendak atau
aspirasi rakyat., jika kinerja pemerintah menyimpang dari kehendak rakyat ,
maka rakyat akan berusaha mengkritik kinerja pemerintah. Ciri-ciri Nagara yang
menganut Teori kedaulatan Rakyat :
1. Lembaga
Perwakilan Rakyat atau DPR sebagai Badan atau majelis mewakili dan mencerminkan
kehendak rakyat.
2. Untuk
mengankat dan menetapkan anggota majelis dilakukan melalui pemilu dan dilakukan
dalam jangka waktu tertentu.
3. Kekuasaan
atau kedaulatan rakyat dilakukan oleh badan atau majelis yang bertugas
mengawasi pemerintah
4. Susunan
kekuasaan badan atau majelis itu ditetapkan dalam UUD.
Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi
terletak pada negara. Sumber kedaulatan adalah negara, yang merupakan lembaga
tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan timbul bersamaan dengan berdirinya
suatu negara. Hukum dan konstitusi lahir menurut kehendak negara, diperlukan
negara, dan diabdikan kepada kepentingan negara. Demikianlah F. Hegel
mengajarkan bahwa terjadinya negara adalah kodrat alam, menurut hukum alam dan
hukum Tuhan. Maka kebijakan dan tindakan negara tidak dapat dibatasi hukum.
Ajaran Hegel ini dianggap yang paling absolut sepanjang sejarah. Para penganut
teori ini melaksanakan pemerintahan tiran, teristimewa melalui kepala negara
yang bertindak sebagai diktator. Pengembangan teori Hegel menyebar di
negara-negara komunis.
Peletak dasar teori ini antara lain: Jean
Bodin (1530-1596), F. Hegel (1770-1831), G. Jellinek (1851-1911), Paul Laband
(1879-1958).
Dalam teori kedaulatan Negara
(staatssouvereniteit) ini menganggap Negara sebagai suatu “rechtsperson” atau
“badan hokum” yang dianggap memiliki berbagai hak dan kewajiban serta dapat
melakukan perbuatan atau tindakan hukum, tidak ubahnyaseperti juga seorang
“natuurlijkpersoon” yang menjadi pendukung hak dan kewajiban yang sekaligus dapat
melakukan perbuatan atau tindakan hukum. Negara sebagai badan hokum inilah yang
memiliki kekuasaan tertinggi didalam kehidupan manusia sebagai anggota
masyarakat
Menurut Georg Jellineck yang menciptakan
hukum bukan tuhan dan bukan pula raja,
tetapi Negara. Adanya hukum karena adanya Negara. Jellineck juga mengatakan
bahwa hokum merupakan penjelmaan dari kemauan Negara. Negara adalah
satu-satunya sumber hokum. Oleh sebab itu,
kekuasaan tertinggi harus dimiliki oleh Negara.
Namun ada pula yang beranggapan bahwa
kedaulatan Negara merupakan kelanjutan dari kedaulatan raja, dimana pada
pelaksanaanya yang menjadi penguasa atau yang memegang kekuasaan dalam suatu
Negara adalah raja sendiri, seperti yang disebut dengan ajaran
“verkulpringstheorie” yang artinnya Negara menjelma dalam tubuh raja.
Penganut teori kedaulatan Negara ini antara
lain Jean Bodin dan Georg Jellineck.
Menurut teori Kedaulatan Negara, kekuasaan
tertinggi terletak pada Negara. Sumber kedaulatan adalah Negara, yang merupakan
lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan timbul bersamaan dengan
berdirinya suatu Negara. Hokum dan konstitusi lahir menurut kehendak Negara,
dan diabdikan kepada kepentingan Negara. Para penganut teori ini melaksanakan
pemerintahan tiran, teristimewa melalui kepala Negara yang bertindak sebagai
dictator.
Pengembangan teori Hegel menyebar di
Negara-negara komunis. Peletak dasar teori antara lain: Jean Bodin (1530-1596),
F.Hegel (1770-1831), G.Jellinek (1851-1911), Paul Laband (1879-1958).
4. Teori Kedaulatan Hukum
Teori kedaulatan adalah salah satu
topik yang menarik dalam rangka Ilmu Negara dan Teori Hukum. Kedaulatan
maksudnya suatu kekuasaan atau otoritas paling tinggi yang sifatnya tunggal,
satu-satunya. Ada
macam-macam ajaran kedaulatan, yakni kedaulatan Tuhan, kedaulatan
Negara, kedaulatan Rakyat dan akhirnya bermuara pada teori
kedaulatan hukum (rechtsouvereiniteit/supremacy of law). Ajaran
kedaulatan hukum ini adalah suatu teori atau pemikiran konseptual tentang
negara dan apa hubungannya dengan hukum. Ia mengkritik Teori Kedaulatan Negara
yang menempatkan negara diatas hukum. Dipelajari apakah negara yang
membentuk hukum dan berada diatas hukum? Apakah sumber wewenang/otoritas negara
dan hukum? Pertanyaan-pertanyaan ini adalah pertanyaan teoritis yang dicari
jawabnya oleh ajaran kedaulatan
hukum.
Perintis Teori Kedaulatan Hukum
adalah seorang ahli hukum terkemuka dari Universitas Leiden, Belanda , Hugo
Krabbe (1857 – 1936). Dia belajar hukum dan ilmu Negara di Leiden dan
menyelesaikan studi tahun 1883 dengan tesis “De burgerlijke staatsdienst in
Nederland” (Pelayanan Negara Borjuis di Belanda). Beberapa tahun
kemudian bekerja di Sekretariat Provinsi Gelderland dan Noord Holland.
Tahun 1894 Krabbe ditunjuk sebagai professor di Groningen, dengan pidato
pengukuhan “de werkkring van de staat” (Jabatan-jabatan Negara). Tahun
1897 membuat suatu laporan prasaran berjudul Hubungan hukum antara Negara dan
pejabat-pejabatnya harus diatur oleh hukum. Dia kembali ke Universitas
Leiden menduduki jabatan bergengsi prof.Oppenheim sebagai professor hukum
konstitusi/tata Negara tahun 1908 dengan pidato “De idee der
rechtspersoonlijkheid in de Staatsleer” (Ide subyek hukum dalam ajaran
Negara). Disini dia lebih mendalam menyoroti hubungan antara hukum dan
Negara. Sebelumnya di Groningen Krabbe telah mengemukakan ide
kedaulatan hukum dalam buku “Die Lehre der Rechtssouveränität; Beitrag zur
Staatslehre” (Ajaran Kedaulatan hukum, Groningen, 1906). Untuk lebih
menjabarkan buku ini ditulis lagi buku “De modern staatsidee” (Ide Negara
modern), den Haag 1915 lalu “het Rechtgezag” (Kewenangan hukum, Den Haag 1917),
“De innerlijke waarheid der wet (“Kebenaran internal dari undang-undang” di
‘s-Gravenhage, 1924). Murid Krabbe yang terkenal adalah R.Kranenburg yang
menulis “Algemene Staatslehre” (Ilmu Negara Umum).
Teori Kedaulatan hukum dari Krabbe
berusaha memecahkan masalah teori kedaulatan Negara juga teori kedaulatan
rakyat yang sudah ada sebelumnya. Jean Bodin (1576) adalah yang pertama kali merumuskan bahwa
kedaulatan adalah sifat utama dari Negara. Negara berdaulat atas warganya
dan Negara tidak dapat dihambat oleh hukum. Orang yang berkuasa adalah sumber
dari hukum dan ia tidak terikat pada hukum. Ia hanya tunduk pada hukum illahi
dan hukum kodrat dan hanya bertanggung jawab kepada Tuhan saja. Teori
kedaulatan rakyat yang dipelopori John Locke dan dikembangkan oleh J.J.Rousseau yang meletakkan kedaulatan kepada
seluruh rakyat. Tapi teori tidak cukup jelas karena ada dua unsur yang
tidak bisa dikombinasi. Telah diuraikan dimuka konsep kedaulatan Bodin
memandang kekuasaan tertinggi berada di tangan Raja sebagai wakil dari
Negara. Setelah Revolusi Prancis kekuasaan itu tidak lagi pada Raja tapi
pada Raja di Parlemen. Tujuan revolusi tentu saja bukan hanya sekedar
memindahkan kekuasaan absolute itu ketangan yang lain. Tujuannya
kata Locke agar supaya kekuasaan itu tidak digunakan sewenang-wenang oleh Raja
maupun oleh kelompok orang tertentu. Di Jerman, konstitusi dipandang
sebagai hadiah Raja bukan pernyataan kedaulatan rakyat seperti di A.S. Sebelum
teori yuristik Negara, teori kedaulatan berusaha memandang kekuasaan absolut
negara pada orang-orang tertentu yang berkuasa.
Di Amerika terjadi perdebatan
panjang mengenai soal dimanakah terletak kedaulatan itu. Pada Negara bagian
atau Negara federal atau malah dibagi oleh keduanya. Kalaupun dikatakan
kedaulatan berada pada Negara federal sedang Negara bagian tidak berdaulat,
tetap saja mustahil menemukan kedaulatan itu. Pasti bukan di kongres atau
presiden. Mengatakannya pada Mahkamah Agung juga tidak bisa karena para Hakim
ditunjuk oleh Presiden dan Senat, dan hakimnya bisa dipecat oleh DPR. Apakah
kedaulatan berada pada rakyat (people). Rakyat adalah kumpulan warga
Negara yang tidak berbentuk dan karenanya tidak memiliki makna politik dan
hukum. Mencari-cari letak kedaulatan pada organ Negara adalah sia sia.
Kedaulatan dan Hukum internasional
Teori kedaulatan yang mengalami
kesulitan mencari pemecahannya pada badan-badan suatu Negara akan terancam
tanpa adanya perkembangan dalam hukum internasional. Ajaran kedaulatan pada
masa itu berkembang dari perselisihan yurisdiksi (wewenang) Negara nasional
pada zaman Pertengahan. Negara bangsa di Eropa abad 17 kenyataannya
berdaulat. Tapi pelan-pelan mulai dikembangkan sistem peraturan dalam
hubungannya dengan negara lainnya. Hukum internasional berkembang pesat
diantara keluarga bangsa-bangsa. Hukum Internasional yang sebelumnya belum ada
dengan cepat mengembangkan sistem pengawasan atas para anggota keluarga
bangsa-bangsa. Apakah
hakekat kumpulan peraturan itu sehingga bangsa-bangsa anggotanya wajib
mentaati. Hugo Grotius menyebutkannya “hukum”, yang bersumber dari
alam/kodrat.
Bagi mazhab John Austin, istilah
“hukum” pada kata hukum internasional bukanlah perintah dari orang yang
berdaulat. Hukum internasional adalah cabang dari moral bukan
hukum. Sumbernya adalah ikatan moral. Dia bergantung pada
persetujuan atau perjanjian Negara pihak. Jadi bukan pada kehendak atau kemauan
berdaulat suatu Negara. Hukum internasional tidak dapat dipaksakan
berlakunya dengan hukuman atau denda sehingga tidak punya sanksi yang efektip. Tetapi
perkembangan hukum internasional yang cepat pada pertengahan Abad 19 dimana
mulai berdiri organisasi internasional membuat pandangan mazhab Austinian tidak
tepat. Definisi Austinian terlalu sempit. Henry Maine menunjukkan bahwa ada sejumlah
sistem hukum eksis tanpa mandat dari Negara dan peraturannya bisa diberlakukan
tanpa melalui hukuman dan denda.
Doktrin lama tentang kesetaraan
negara adalah cuma fiksi belaka. Tapi kalau negara tidak sama
semua, yang satu superior atas yang lain, maka pertanyaannya kalau begitu
bagaimana jadinya doktrin kedaulatan negara.
Hukum internasional adalah kumpulan
aturan yg mengatur hubungan antar negara yg tdk berasal dari persetujuan
bebas`mereka tapi dari sumber yg sama seperti hukum lain. Eksistensi kumpulan
peraturan tersebut tidak sesuai dgn ajaran kedaulatan negara. Teori negara
sebagai subyek hukum (juristic person) mencoba mengatasi kesulitan kedaualatan
negara. Teori Negara
Subyek hukum dimulai oleh von Gerber thn 1865 dan dikembangkan Laban,
Preuss dan Jellinek.
Teori ini mengatakan semua usaha
mencari kedaulatan pada organ khusus negara adalah keliru. Negara
adalah suatu kesatuan yang tunggal, yg berasal dari kesadaran kita kata
Jelllinek. Badan-badan pemerintahan, raja, badan perwakilan adalah organ dari
negara melalui mana negara mengekspresikan kemauan dan menjalankan fungsinya.
Kedaulatan disini tidak diidentikkan dengan badan pemerintahan. Pemerintah berbeda dgn negara. Pemerintah adalah sekumpulan fungsi-fungsi sedang negara entitas hipotetis yang mencakup aspek politik dari masyarakat atau bangsa. Bagi Jelllinek kedaulatan bukan aspek terpenting dari teori subyek hukum (rechtsperson/juristic person).
Kedaulatan disini tidak diidentikkan dengan badan pemerintahan. Pemerintah berbeda dgn negara. Pemerintah adalah sekumpulan fungsi-fungsi sedang negara entitas hipotetis yang mencakup aspek politik dari masyarakat atau bangsa. Bagi Jelllinek kedaulatan bukan aspek terpenting dari teori subyek hukum (rechtsperson/juristic person).
Negara merupakan suatu person.
Personalitas negara adalah alat untuk membuat negara agar bertanggung
jawab secara hukum atas perbuatan melanggar hukum dari badan-badan nya.
Teori kedaulatan hukum ini mengatakan seluruh sifat personalitas negara adalah
subyek hukum dan tidak bisa dipisahkan dari hubungannnya dengan hukum.
Inilah yg disebutkan “Negara hukum” (rechtstaat). Kelemahan teori Juristic personality dari Jellinek ialah baginya negara adalah yang
memiliki kekuasaan yang asli dan paling tinggi yg dapat memaksakan kehendaknya
terhadap kehendak orang lain. Kelemahan teori Jellinek ini yang dikritik
Krabbe. Sedang teori Leon Duguit, kekuasaan penguasa berasal dari
prinsip kemasyarakatan yang mengatur masyarakat. Solidaritas masyarakat yang
membentuk hukum obyektif yang mengikat seluruh anggota masyarakat. Hukum
tersebut mengharuskan seluruh masyarakat harus meningkatkan solidaritas dan
tidak menguranginya. Negara tunduk pada hukum karena si penguasanya tunduk pada
hukum seperti halnya anggota kelompoknya.
Menurut Duguit , kekuatan (power) seorang penguasa adalah fakta yg tidak perlu pembenaran, meskipun dipergunakan utk menghabisi solidaritas. Disini masyarakat membutuhkan lembaga permanen untuk mencukupi kebutuhannya. Pandangan Duguit mengandung paradoks, bertentangan. Walaupun hukum positif yg berasal dari kekuatan mengikat fakta solidaritas, Duguit tidak menerima bahwa hal ini adalah suatu justifikasi dari kekuasaan yang dijalankan kelas penguasa. Penguasa menjalankan kekuasaannya karena keunggulan kecerdasan, moral, dan ekonomi. Mereka bisa menjalankan kekuasaannya karena keunggulan nya atas pihak lain.
Aspek sosiologis teori Duguit tidak memberi sumbangan berarti kepada konsep hukum dan analisa otoritasnya. Sumbangan utamanya adalah tahap2 hukum yang diabaikan oleh teori2 kedaulatan sebelumnya. Menurut Duguit fungsi hukum adalah menyusun dan mengoperasikan pelayanan publik secara berkelanjutan, hal mana penting utk kehidupan masyarakat.
Menurut Duguit , kekuatan (power) seorang penguasa adalah fakta yg tidak perlu pembenaran, meskipun dipergunakan utk menghabisi solidaritas. Disini masyarakat membutuhkan lembaga permanen untuk mencukupi kebutuhannya. Pandangan Duguit mengandung paradoks, bertentangan. Walaupun hukum positif yg berasal dari kekuatan mengikat fakta solidaritas, Duguit tidak menerima bahwa hal ini adalah suatu justifikasi dari kekuasaan yang dijalankan kelas penguasa. Penguasa menjalankan kekuasaannya karena keunggulan kecerdasan, moral, dan ekonomi. Mereka bisa menjalankan kekuasaannya karena keunggulan nya atas pihak lain.
Aspek sosiologis teori Duguit tidak memberi sumbangan berarti kepada konsep hukum dan analisa otoritasnya. Sumbangan utamanya adalah tahap2 hukum yang diabaikan oleh teori2 kedaulatan sebelumnya. Menurut Duguit fungsi hukum adalah menyusun dan mengoperasikan pelayanan publik secara berkelanjutan, hal mana penting utk kehidupan masyarakat.
Kedaulatan hukum Krabbe
Pada masa sekarang ini Negara Negara
cenderung berkonstitusi untuk menghindarkan kesewenang-wenangan yang
dikandung dalam teori kedaulatan Negara. Organ-organ Negara, pejabat
cabang-cabang pemerintahan selalu mendasarkan kewenangannya pada hukum. Landasaan
dari Negara dibuat diatas hukum, Negara mewujudkan kehendaknya dengan hukum,
membuat hukum dan bertindak sesuai dengan hukum. Negara wajib memerintah
berdasarkan hukum, walau diasumsikan bahwa hukum mengikat karena ekspresi
kemauan Negara. Negara menciptakan hukum tapi organ-organnya adalah
mahluk hukum dan mengabdi pada hukum. Negara pun ciptaan hukum, organnya ada
karena hukum, Negara menjalankan kekuasaan dengan hukum. Inilah makna teori
kedaulatan hukum Krabbbe. Menurut Krabbe, moralitas dan hukum
bersumber pada kesadaran hukum (rechtsbewusstsein/sense of right). Hukum
tetap eksis hanya kareena orang terus menerus menilai dan menilai kembali
kepentingan-kepentingannya. Mereka bertujuan mencapai keseimbangan kepentingan.
Orang ingin melindungi kepentingan sendiri dan mengakui kepentingan orang lain
yg berkaitan dnegannya. Kesadaran akan hak dan kewajiban timbal balik ini
merupakan landasan bagi bangunan organisasi-organisasi politik untuk terjaminnya
kepentingan umum. Inilah teori negara Krabbe. Krabbe :
Aspek fundamental dari negara modern adalah hukum. Hukum mewakili
evaluasi kepentingan2 dan menentukan kategori mana yang benar dan mana salah.
Badan-badan negara harus berlandaskan hukum.
Otoritas hukum Hukum memiliki otoritas kekuasaan karena sifatnya demikian. Pada dirinya, hukum memang berwenang dan berkuasa. Hukum dibenarkan karena kandungannya yaitu menurut ketepatan memperhitungkan kepentingan yg bersangkutan. Maka jelas konsep hukum disini berbeda dgn kekuasaan dalam doktrin kedaulatan. Konsep kedaulatan adalah konsep formal. Hukum memiliki otoritas karena sumbernya memiliki wewenang.
Otoritas hukum Hukum memiliki otoritas kekuasaan karena sifatnya demikian. Pada dirinya, hukum memang berwenang dan berkuasa. Hukum dibenarkan karena kandungannya yaitu menurut ketepatan memperhitungkan kepentingan yg bersangkutan. Maka jelas konsep hukum disini berbeda dgn kekuasaan dalam doktrin kedaulatan. Konsep kedaulatan adalah konsep formal. Hukum memiliki otoritas karena sumbernya memiliki wewenang.
Selanjutnya kata Krabbe, penting
membedakan hukum dan keadilan walaupun kadangkala bermakna sama tapi bisa
bertentangan. Misalnya kalau seseorang bertentangan dengan hukum hal itu bisa
diartikan ia bertentangan dengan peraturan yang berlaku atau dengan ide
keadilan. Maka penting mempertimbangkan peraturan tersebut walaupun dibuat oleh
lembaga yang wenang. Harus diselidiki dulu standar apa yang dipakai untuk
membuat aturan itu. Masalah ini akan dijawab oleh filsafat hukum bukan
ilmu Negara. Fokus kita disini adalah hukum atau peraturan yang berlaku itu. Krabbe
memulai teorinya dengan pertanyaan apakah yang dimaksud dengan hukum berlaku?
Kenapa hukum berlaku. Jawabnya hukum berlaku karena otoritas
kekuasaan. Sepanjang kekuasaan dari yang berdaulat dipakai sebagai titik
pangkal maka dasarnya akan sampai pada kehendak Tuhan atau kelompok yang menyatu
dengan yang berdaulat atau kekuatan kodrat dari yang kuat atas yang lemah. Tetapi
dilain pihak, dalam Kedaulatan hukum hanya melihat dasarnya pada
kekuasaan yang dijumpai dalam kehidupan kerohanian manusia. Khususnya pada
bagian kehidupan spiritual yang beroperasi dalam diri kita yang disebut
kesadaran hukum. Dalam teori
kedaulatan hukum, dasar berlakunya hukum berada pada daya internal bukan daya
eksternal seperti teori kedaulatan negara. Kesadaran hukum inilah sumber dari
kekuasaan itu. Kedaulatan hukum bisa dipandang sebagai sesuatu yang sudah
menjadi kenyataan real bisa juga sebagai hal yang akan diwujudkan (das Sein dan
das Sollen). Ia menjadi realitas kalau kesadaran hukum anggota masyarakatnya
itu benar-benar dijalankan beroperasi tanpa hambatan dan semua kekuasaan
berasal darinya.
Berdasarkan pemikiran teori ini, kekuasaan
pemerintah berasal dari hukum yang berlaku. Hukumlah (tertulis maupun tidak
tertulis) yang membimbing kekuasaan pemerintahan. Etika normatif negara yang
menjadikan hukum sebagai “panglima” mewajibkan penegakan hukum dan
penyelenggara negara dibatasi oleh hukum. Pelopor teori Kedaulatan Hukum antara
lain: Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel Kant dan Leon Duguit.
Menurut teori kedaulatan hukum atau
rechts-souvereiniteit, kekuasaan tertinggi di dalam suatu Negara itu adalah
hukum itu sendiri. Karena itu baik raja atau penguasa maupun rakyat atau warga
Negaranya, bahkan Negara itu sendiri semuanya tunduk kepada hukum. Semua sikap,
tingkah laku, dan perbuatannya harus sesuai atau menurut hukum.
Kemudian terjadi pertentangan diantara para
ahli penganut paham berbeda yakni antara Krabbe yang menganut teori kedaulatan
hukum dengan Jellineck yang menganut paham kedaulatan Negara. Jellineck
mengemukakan teorinya “selbstbindung” yang isinya antara lain bahwa Negara
harus tunduk secara sukarela kepada hukum.
Kemudian Krabbe yang menganut aliran
historis yang pelopori oleh Von savigny, yang mengatakan bahwa “hukum timbul
bersama kesadaran hukum masyarakat. Hukum tidak tumbuh dari kehendak atau
kemauan Negara, maka berlakunya hukum terlepas dari kemauan Negara.” Alasan ini
dikemukakan sebbagai jawaban, bahwa kalau benar Negara yang berkuasa, apa
sebabnya Negara itu patuh kepada hokum dan dapat dihukum. Bukankah Negara
berkuasa membuat undang-undang? bagaimana mungkin Negara yang berkuasa secara
sukarela mengikat dirinya dengan undang-undang itu.
Teori kedaulatan hukum ini mengajarkan
bahwa pemerintah memperoleh kekuasaannya itu bukanlah dari Tuhan, raja, rakyat
maupun negara, akan tetapi berdasarkan atas hukum. Jadi yang berdaulat adalah
hukum. Baik pemerintah atau rakyat memperoleh kekuasaan itu dari hukum.
Professor H. Krabbe mengemukakan teorinya
yang mentang ajaran teori kedaulatan negara, menurut beliau berlakunya hukum
itu bersandar pada kewibawaan yang tidak bersifat perseorangan dari hukum dan
tidak pada kewibawaan yang persoonlikk dari raja. kewajiban rakyat untuk tunduk
berdasarkan pada kewibawaan hukum yang onpersoonlijk (tidak bersifat
perorangan) itu, karena pada akhirnya hukum itu berdasarkan pada kesadaran
hukum dari rakyat. Ini berarti bahwa UU akan batal apabila UU itu tidak sesuai
dengan kesadaran hukum dari rakyat.
Teori kedaulatan hukum itu pada dasarnya
tidak mengakui kekuasaan persoonlijk (yang bersifat perorangan), tetapi ia
hanya mengakui rahoni daripada hukum. Teori kedaulatan hukum itu tidak menerima
kekuasaan pemerintah yang dijalankan menurut kehendaknya sendiri, tetapi ia
hanya menyambut kewibawaan pemerintah.
Menurut Hans Kelsen, hukum itu berlaku
karena orang semestinya bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh
hukum.
Menurut A.V. Dicey, Hukumlah yang supreme
(yang tertinggi) dan semua orang harus tunduk kepada hukum, baik penguasa
(pemerintah) maupun rakyat tunduk kepada hukum yang sama, yaitu common law (di
Inggris). Jadi tidak ada diskriminasi dalam hukum.
5. Teori Kedaulatan Rakyat
Teori kedaulatan rakyat berpandangan
bahwa rakyatlah menjadi raja sebagai penentu kebijakan publik (public policy).
Kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh sistem demokrasi. Demokrasi sendiri berasal
dari kata Demos = rakyat dan Cratein = pemerintahan. John Lock sebagai pencetus
kedaulatan rakyat sangat mengidam-idamkan terwujudkan kedaulatan rakyat. Dia
menggambarkan bahwa terbentuknya sebuah negara berdasarkan kontrak sosial yang
terbagi atas dua bagian yaitu factum unionis (perjanjian antar rakyat) dan
factum subjectionis (perjanjian antara rakyat dengan pemerintah). Hal inilah
yang mendasari teori liberalisme Konstitusi RI yaitu UUD 1945 telah menyebutkan
dalam PembukaanUUD 1945: “… susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan Rakyat…” selanjutnya pasal 1 ayat (2) berbunyi: “kedaualtan
adalahditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” .
Pernyataan di atas dengan tegas
Indonesia menganut kedaulatan rakyat. Salah satu pelaksanaan dari kedaulatan
rakyat adalah pemilihan umum yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pemilu
tahun 2004 terakhir kali merupakan pemilu yang baru dilasanakan berbeda dari
pemilu sebelumnya. Pemilu 2004 memberikan kebebasan kepada seluruh rakyat
Indonesia untuk memilih
salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kejadian ini merupakan
kejadian yang belum pernah terjadi dalam ketatanegaraan Republik Indonesia.
Dalam isu kedaulatan rakyat, pemikir
yang seringkali dirujuk adalah JJ Rousseau. Dalam bukunya Contract
,Sodale (1763),
Rousseau berpendapat bahwa manusia dengan moralitas yang tidak dibuat-buat
justru waktu manusia berada dalam keluguan. Sayangnya, keluguan ini hilang
ketika membentuk masyarakat dengan lembaga-lembaganya. Pada saat itu, manusia
beralih menjadi harus taat pada peraturan yang dibuat oleh penguasa yang
mengisi kelembagaan dalam masyarakat. Peraturan itu menjadi membatasi dan tidak
bermoralitas asli karena dibuat oleh penguasa. Dengan demikian, manusia menjadi
tidak memiliki dirinya sendiri. Bagaimana cara mengembalikan manusia kepada
keluguan dengan moralitas alamiah dan bermartabat? Menurut Rousseau hanya ada
satu jalan: kekuasaan para raja dan kaum bangsawan yang mengatur masyarakat
barus ditumbangkan dan kedaulatan rakyat harus ditegakkan. Kedaulatan rakyat
berarti bahwa yang berdaulat terhadap rakyat hanyalah rakyat sendiri. Tak ada
orang atau kelompok yang berhak untuk meletakan hukumnya pada rakyat. Hukum
hanya sah bila ditetapkan oleh kehendak rakyat. Faham kedaulatan rakyat adalah
penolakan terhadap faham hak raja atau golongan atas untuk memerintah rakyat.
Juga, penolakan terhadap anggapan bahwa ada golongan-golongan sosial yang
secara khusus berwenang untuk mengatur rakyat. Rakyat adalah satu dan memimpin dirinya
sendiri.
Akan tetapi pertanyaan berikutnya
adalah: yang manakah kehendak rakyat itu? Bukankah rakyat adalah ratusan juta individu (di Indonesia) yang
masing-masing punya kemauan dan jarang sekali atau tak pernah mau bersatu?
Rousseau menjawab pertanyaan ini dengan teori Kehendak Umum. Menurut teori ini:
sejauh kehendak manusia diarahkan pada kepentingan sendiri atau kelompoknya
maka kehendak mereka tidak bersatu atau bahkan berlawanan. Tetapi sejauh
diarahkan pada kepentingan umum, bersama sebagai satu bangsa, semua kehendak
itu bersatu menjadi satu kehendak, yaitu kehendak umum. Kepercayaan kepada
kehendak umum dari rakyat itu lah yang menjadi dasar konstruksi negara dari
Rousseau. Undang-undang harus merupakan ungkapan kehendak umum itu. Tidak ada perwakilan
rakyat oleh karena kehendak rakyat tidak dapat diwakili. Rakyat sendiri harus
berkumpul dan menyatakan kehendaknya melalui perundangan yang diputuskannya.
Pemerintah hanya sekedar panitia yang diberi tugas melaksanakan keputusan
rakyat. Karena rakyat memerintah sendiri dan secara langsung, maka tak perlu
ada undang-undang dasar atau konstitusi. Apa yang dikehendaki rakyat itu lah
hukum. Dengan demikian, negara menjadi republik,res publica,urusan umum.
Kehendak umum disaring dari pelbagai keinginan rakyat melalui pemungutan suara.
Keinginan yang tidak mendapat dukungan suara terbanyak dianggap sebagai tidak
umum dan akihirnya harus disingkirkan. Kehendak yang bertahan sampai akhir
proses penyaringan, itulah kehendak umum. Untuk memahami kehendak umum menurut
Rossesau diperlukanvirtue, keutamaan. Orang harus dapat
membedakan antara kepentingan pribadi dan kelompoknya di satu pihak dan
kepentingan umum di lain pihak. Jadi untuk berpolitik dan bernegara diperlukan
kemurnian hati yang bebas dari segala pamrih. Berpolitik menjadi masalah
moralitas. Dalam perkembangannya, teori kehendak umum yang digunakan untuk
menjelaskan kedaulatan rakyat memiliki dua kelemahan, sebagaimana disebutkan
oleh Franz Magnis Suseno (1992: 83-85): Pertama, tidak dikenalnya konsep
perwakilan rakyat yang nyata. Rousseau lebih menekankan pada kebebasan total
rakyat dan berasumsi bahwa kehendak rakyat tidak dapat diwakilkan. Kedua, tidak
adanya pembatasan-pembatasan konstitusional terhadap penggunaan kekuasaan
negara Kedua kelemahan ini telah mengantarkan pada suatu tragisme kehendak
umum, sebagaimana terjadi di Perancis, sekitar 200 tahun lampau. Pada saat itu,
kehendak bebas dan total rakyat telah menjatuhkan rezim otoriter Louis XVI
tetapi di lain sisi melahirkan suatu totalitarisme baru dari yang
mengatasnamakan "kehendak murni" rakyat. Totalitarisme itu, di bawah
pimpinan Robbespierre, telah menghadirkan suatu teror. Robbespierre
mengidentifikasi kehendaknya dengan kehendak rakyat. Ketika itu, kehendak yang
tidak sama dengannya, secara sederhana dianggap sebagai kehendak di luar
"kehendak murni" rakyat. Perkembangan tragis dari kehendak umum ke
suatu kondisi teror dari kehendak umum terhadap kehendak minoritas, memang acap
terjadi setelah fase revolusi dilalui dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu,
Eric Hoffer
(Hoffer: 1951), menyarankan untuk dilakukan suatu peralihan dari fase
revolusioner kepada suatu pembentukan konstitusi yang ditaati oleh rezim baru
dan rakyatnya. Prasaran Hoffer pada dasarnya melengkapi asumsi dari Rousseau
tentang perlunya suatu moralitas untuk memimpin negara. Jadi moralitas saja
tidak cukup. Kalau demikian, ini menjadi menarik. Bagaimana komposisi moralitas
masyarakat (dan penyelenggara negara) plus konstitusi dan dasar legal di
Indonesia dapat diandalkan untuk terjadinya 2 (dua) hal yang menurut Magnis,
menjadi prasyarat kedaulatan rakyat?
Aplikasi Kedaulatan Rakyat di Indonesia
Sehari setelah proklamasi
kemerdekaan, rakyat Indonesia telah memiliki UUD'45 yang ditetapkan sebagai
konstitusi negara Indonesia. Suasana yang tidak kondusif dalam pembuatan
konstitusi tersebut, akibat banyaknya kompromi yang harus dilakukan dengan
penguasa militer Jepang serta keterbatasan waktu, menyebabkan konstitusi yang
dihasilkan banyak mengandung kelemahan. Kelemahan tersebut bukannya tidak
disadari oleh para pemimpin bangsa. Bung Karno yang turut serta dalam
penyusunan UUD'45 dengan jelas mengatakan bahwa UUD'45 adalah UUD kilat yang
harus disempurnakan nantinya. Namun adanya keinginan kuat dari para pemimpin
bangsa dan rakyat untuk mendirikan sebuah negara Indonesia berdaulat,
mensyaratkan sebuah konstitusi dari negara Indonesia. Untuk itulah, UUD'45
dengan segala ketidaksempurnaannya diterima dengan gembira oleh para pemimpin
bangsa dan seluruh rakyat Indonesia. Teori kedaulatan rakyat berpandang bahwa
kekuasaan tertinggi di suatu Negara ada pada rakyat, bukan Tuhan, Raja, ataupun
Negara. Rakyat adalah sumber kekuasaan negara. Penguasa atau penyelenggara
negara hanyalah pelaksana dari pada apa yang diputuskan atau dikehendaki
rakyat. Munculnya teori kedaulatan rakyat ini merupakan reaksi atas kedaulatan
Tuhan, raja, dan Negara. Teori ini mengajarkan bahwa pemilik sah kedaulatan
adalah rakyat. Dari sini muncul istilah demokrasi. Dalam prinsip negara
demokrasi atau kedaulatan rakyat ini, kekuasaan perlu dibatasi. Kemudian muncul
ajaran
Trias Politika yang membagi kekuasaan pemerintahan
dalam tiga lembaga. Ketiga lembaga itu, adalah :
1. Legislatif, yaitu
lembaga yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menetapkan undang- undang.
2. Eksekutif, yaitu
lembaga yang memiliki kekuasaan untuk melaksanakan undang
Undang.
3. Yudikatif, yaitu
lembaga yang memiliki kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang
Kedaulatan rakyat( popular sovereignty)
dimaksudkan kekuasaan rakyat sebagai tandingan atau imbangan terhadap kekuasaan
penguasa tunggal atau yang berkuasa. Ajaran kedaulatan rakyat mensyaratkan
adanya pemilihan umum yang menghasilkan dewan-dewan rakyat yang mewakili rakyat
dan yang dipilih langsung atau tidak langsung oleh warga Negara.
Paham kedaulatan rakyat itu sudah
dikemukakan oleh kaum monarchomachen seperti Marsilio, William Ockham,
Buchanan, Hotman dan lain-lain. Mereka inilah yang mula-mula sekali
mengemukakan ajaran bahwa, rakyatlah yang berdaulat penuh dan bukan raja,
karena raja berkuasa atas persetujuan rakyat. Ajaran kaum monarchomachen ini
kemudian dilanjutkan oleh John Locke dan
kemudian J.J Rousseau.
Menurut Locke, memang rakyat menyerahkan
kekuasaan-kekuasaannya kepada Negara. Dengan demikian Negara memiliki kekuasaan
yang besar. Tetapi kekuasaan ini ada batasnya, batas itu adalah hak alamiah
dari manusia, yang melekat padanya ketika manusia itu lahir. Hak ini sudah ada
sebelum Negara terbentuk . karena itu, Negara tidak bisa mengambil atau mengurangi
hak alamiah itu.
Teori kedaulatan rakyat (demokrasi) ini
mengajarkan bahwa negara memperoleh kekuasaan dari rakyatnya yang bukan dari
Tuhan atau dari raja. Teori kedaulatan rakyat ini tidak sependapat dengan teori
kedaulatan Tuhan dan mengemukakan kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan
apa yang diajarkan oleh teori kedaulatan Tuhan :
(a) Raja yang seharusnya memerintah rakyat dengan
adil, jujur dan baik hati sesuai dengan kehendak Tuhan, namun kenyataannya
raja-raja bertindak dengan sewenang-wenang terhadap rakyat.
(b) Apabila kedaulatan ini berasal dari Tuhan,
mengapakah dalam suatu peperangan antara raja lain dapat mengakibatkan
kalahnnya salah seorang raja.
Kenyataan-kenyataan ini menimbulkan
keragu-raguan yang mendorong ke arah tumbulnya alam pikiran baru yang memberi
tempat pada pikiran manusia. Alam pikiran baru ini dalam bidang kenegaraan
melahirkan suatu paham baru, yaitu teori kedaulatan rakyat.
Paham mengenai teori kedaulatan rakyat ini
merupakan reaksi terhadap teori kedaulatan Tuhan dan teori kedaulatan raja dan
kemudian menjelma dalam Revolusi Prancis, sehingga menguasai seluruh dunia
hingga sekarang dalam bentuk mitos yang memuat paham kedaulatan rakyat dan
perwakilan (demokrasi). Pemerintah harus menjalankan kehendak rakyat dan
konstitusi menjamin hak asasi manusia.
Beberapa pandangan pelopor teori kedaulatan Rakyat :
a. JJ. Rousseau
JJ. Rousseau Menyatakan bahwa kedaulatan
itu perwujudan dari kehendak umum dari suatu bangsa merdeka yang mengadakan
perjanjian masyarakat (social contract).
b. Johanes Althusius
Johanes Althusius menyatakan bahwa setiap
susunan pergaulan hidup manusia terjadi dari perjanjian masyarakat yang tunduk
kepada kekuasaan, dan pemegang kekuasaan itu dipilih oleh rakyat.
c. John Locke
John Locke menyatakan bahwa kekuasaan
Negara berasal dari rakyat, bukan dari raja. Menurutnya, perjanjian masyarakat
menghasilkan penyerahan hak-hak rakyat kepada pemerintah dan pemerintah
mengembalikan hak dan kewajiban asasi kepada rakyat melalui peraturan
perundang-undangan.
d. Mostesquieu
Mostesquieu membagi kekuasaan Negara
menjadi : kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif (Trias Politica).
4. Sifat-Sifat
Kedaulatan Rakyat
Berikut sifat-sifat kedaulatan rakyat:
1. Permanen, artinya kedaulatan tetap ada
sepanjang Negara berdiri. Walaupun pemerintahan yang memegang kedaulatan/
kekuasaan berganti tetapi kedaulatan tetap ada.
2. Absolut, artinya Negara tidak ada kekuasaan
yang lebih tinggi dari Negara tersebut.
3. Bulat, artinya hanya ada satu Negara meliputi
setiap orang dan golongan yang berada dalam Negara tanpa ada kecualinya.
4. Asli, artinya kedaulatan tidak berasal dari
kekuasaan lain yang lebih tinggi





Tidak ada komentar:
Posting Komentar